Oleh : Rianto Saut Holomoan Sianipar
(harianmetropolitan.co.id). Penanganan dugaan tindak pidana korupsi kasus tunjangan perumahan dewan Kabupaten Natuna tahun 2011-2015, masih di “petieskan” Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Padahal, kasus tunjangan perumahan dewan, telah memasuki tahun kedua, sejak mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Yunan Harjaka, mengumumkan status kelima terduga koruptor tersebut, diantaranya, mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli . Syamsurizon , mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna. Hadi Chandra , mantan Ketua DPRD Natuna. Serta, mantan Sekretaris DPRD Kabupaten Natuna, Makmur.
Kelima tersangka di duga telah merugikan negara senilai Rp7.7 milyar, sesuai audit BPKP Provinsi Kepulauan Riau. Perbuatan itupun dijerat dengan pidana pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo UU Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ironisnya, meski sudah mengantongi dua alat bukti, dan melakukan pemeriksaan terhadap 25 orang saksi, termasuk mengumpulkan sejumlah dokumen terkait perkara tersebut, Yunan Harjaka, tak kunjung menahan para tersangka.
Alih-alih menahan, Yunan Harjaka, malah di mutasi oleh Kejaksaan Agung, dan di gantikan oleh Wakajati Kepri kala itu, Asri Agung Putra. Sayangnya, iapun minim gebrakan, selama menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri.
Padahal, sejumlah media massa, dan organisasi kepemudaan, terus menyoroti tajam perjalanan kasus tersebut, tapi tidak membuat pihak kejaksaan tinggi “gusar”.
Perjalanan kasus tunjangan perumahan dewan, bak sinetron yang tidak ada habisnya. Seharusnya, demi meningkatkan kepercayaan publik terhadap penanganan kasus korupsi, pihak Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau tidak boleh pandang bulu.
Jika ada persoalan lain, sehingga membuat pihak kejaksaan butuh waktu lama mengungkap pihak lain dalam kasus tersebut, seharusnya memberikan keterangan resmi secara rutin kepada masyarakat.
Jangan sampai, lantaran seorang tersangka merupakan kader Partai Nasdem, membuat Kejaksaaan Tinggi tidak “bernyali”, mengingat petinggi Kejaksaan Agung, merupakan Kader Partai Nasdem juga.
Hukum harus di tegakkan. Kredibilitas lembaga Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, sedang di pertaruhkan. Kepala Kejaksaan Agung, Muhammad Prasetyo, seharusnya mengevaluasi kinerja Kejati Kepri, agar sejumlah penanganan perkara kasus korupsi tidak terkesan mandek.
Selain itu, pihak Ombudsmen juga perlu mencari tahu sejauh mana proses penanganan kasus tunjangan perumahan dewan, sehingga pihak Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, dapat bekerja dengan baik.
Karena, masalah korupsi merupakan musuh terbesar negara ini. Jika penanganan kasus korupsi terkesan lambat, kepercayaan publik akan kredibilitas aparat hukum juga akan tergerus.***