
harianmetropolitan.co.id, Karimun— Kegiatan Festival Lomba Seni Siswa Nasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Karimun, yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun, di Hotel Alisan, Selasa 25 Juni 2019 lalu, patut diduga melanggar Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018, tentang pengadaan barang dan jasa, Pasal 22 ayat 1-5.
Pasalnya, kegiatan yang dilaksanakan sejak tanggal 24-26 Juni tersebut, “tidak” tertuang dalam rencana umum pengadaan Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun tahun 2019. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa?.
Jika rencana umum pengadaan tidak diumumkan melalui website atau layanan pengadaan secara elektronik (LPSE), maka tindakan pengguna anggaran (PA) merupakan perbuatan melawan hukum (secara pidana), berdasarkan ketentuan Pasal 32 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, berbunyi ;
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik orang lain atau milik publik, di kenakan sanksi sesuai Pasal 48 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.0000.000,00(dua miliar rupiah).”
Saat linda, selaku panitia kegiatan FLS2N tingkat SMP di konfirmasi, mengaku tidak tau banyak persoalan tersebut. “Saya hanya diperintah Kabid,” ucapnya enteng, kala di konfirmasi media ini, Rabu 3 Juli 2019. Lindapun menyarankan agar wartawan langsung menanyakannya ke Kabid SMP Disdik Karimun, Sugito. Sayangnya, saat nomor Sugito dihubungi, aktif tapi tidak menjawab. Bahkan, dikonfirmasi via pesan WhatsApp, tidak kunjung membalas.
Ironisnya, Linda selaku panitia tidak berkenan membeberkan berapa pagu anggaran kegiatan tersebut, dan apa saja bentuk kegiataanya. Sepertinya oknum pegawai yang di gaji dari uang pajak masyarakat ini tidak memahami undang-undang keterbukaan informasi publik.
Hasil penelusuran di lapangan, para siswa hanya ditanggung penginapan, makan, serta mendapat uang tranportasi. Anehnya, uang transportasi tersebut diberikan secara bervariasi, sebesar Rp100.000, dan Rp50.000. Jumlah keseluruhan siswa sebanyak 98 orang. Simak kelanjutannya edisi mendatang.
Laporan. N.Lubis
Editor : Redaksi