KPUD Natuna Sembunyikan Penggunaan Anggaran Pilkada Dari Publik?

harianmetropolitan.co.id, Natuna– Mendapat anggaran dana hibah Pilkada Natuna sekitar Rp21 milyar dari provinsi dan kabupaten, untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, membuat KPUD Natuna, dibawah komando Junaidi, tancap gas melakukan berbagai kegiatan, diantaranya, perekrutan dan pelantikan PPK dan PPS.

Sikap tancap gas melakukan kegiatan, ditengah wabah virus Covid-19, tentu patut diacungi jempol. Sayangnya, anggaran pelantikan PPK dan PPS, tidak masuk dalam rencana umum pengadaan barang dan jasa. Lalu, dari mana sumber anggaran tersebut?.

Usut punya usut, hasil investigasi media harianmetropolitan menemukan, tidak hanya anggaran perekrutan dan pelantikan PPK dan PPS, ternyata, detail penggunaan anggaran dana hibah pilkada, belum masuk dalam rencana umum pengadaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Natuna.

Sesuai amanat Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018, tentang pengadaan barang dan jasa. “Penyembunyian” informasi mata anggaran kegiatan dari mata public, jelas merupakan upaya “korupsi”.

Sebab, dalam Peraturan Presiden no 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa (Perubahan atas Pepres 54 tahun 2010), Pasal 22 ayat 1 sampai 5, sudah jelas disebutkan, setiap pengadaan barang dan jasa, baik melalui penyedia maupun swakelola, wajib mengumumkannya terhadap publik, sebagai wujud transparansi pengadaan barang dan jasa.

Bahkan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia juga tegas mengatakan, Pelanggaran terhadap Pepres no 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa, sama saja menerobos aturan undang-undang no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pasal 7 ayat (1) berbunyi, Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Ayat (2) berbunyi, Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Jika pasal-pasal tersebut di abaikan, maka pemerintah dapat di tuntut UU Keterbukaan Informasi Publik.

Pasal 52 berbunyi ; Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/ atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, dan Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/ atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.

Selain itu, tidak diumumkannya rencana umum pengadaan melalui website dan atau LPSE, maka tindakan pengguna anggaran (PA) merupakan perbuatan melawan hukum (secara pidana) berdasarkan ketentuan Pasal 32 Ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang menyatakan sebagai berikut ; Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik orang lain atau milik publik, di kenakan sanksi sesuai Pasal 48 Ayat (1) UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.0000.000,00 (dua miliar rupiah).

Baca Juga :  Dirut PDAM Muarojambi, Berupaya Tingkatkan Pendistribusian Air PDAM

Sebab, mengumumkan rencana umum pengadaan merupakan salah satu tahapan dalam pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. Apabila salah satu tahapan saja dilanggar, maka dianggap melanggar peraturan pengadaan barang/jasa secara keseluruhan. “Besar kecilnya hukuman tergantung hasil penyelidikan aparat hukum, apakah ada kegiatan sistematis untuk menyembunyikan paket pekerjaan atau tidak,”tulis Nafri Hartoyo (Widyaiswara Balai Diklat Malang) dalam laman Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Jika aturan dalam pengadaan barang dan jasa seketat ini, sebagai lembaga negara, mengapa KPUD Natuna berani menerobos aturan tersebut, apakah kelima anggota KPUD Natuna beserta Sekretaris sudah kebal hukum?.

Ketika hal itu dipertanyakan kepada Sekretaris KPUD Natuna, Syamsuardi, diruang kerjanya, Senin 23 Maret 2020, dirinya memilih bungkam. Ia menyarankan, agar wartawan menanyakan langsung ke Ketua atau anggota KPUD Natuna. Sebab, segala sesuatu mengenai anggaran, penyampaiannya satu pintu. “Soal teknis penggunaan anggaran ke beliau (ketua),” ucapnya.

Sekilas ia berkelit, bahwa informasi rencana umum pengadaan sudah diumumkan kepublik, namun ketika dibredel sejumlah pertanyaan, kegiatan mana saja yang sudah masuk RUP, ia tidak bisa menjawab. “Saya tanya Jefri dulu,” ucapnya.

Sepertinya, Sekretaris KPUD Natuna, Syamsuardi, yang baru dilantik 10 Maret 2020 ini, diduga ingin cuci tangan terhadap persoalan tersebut. Sebab, dirinya merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam anggaran Pilkada Natuna tahun 2020.

Anehnya, pria paruh baya itu tidak bersedia wajahnya didokumentasikan. “Jangan fotolah, langsung saja ke Ketua KPUD Natuna, tapi beliau lagi sakit,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua KPUD Natuna, Junaidi saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp, terkait sejauh mana keterlibatannya, dalam pengelolaan anggaran Pilkada 2020 di KPUD Natuna, mengaku akan dibicarakan dulu dengan Sekretaris KPUD Natuna. “Nanti saya konfirmasi dengan Sekretaris pak, kondisi saya sedang sakit,” tulisnya.

Sayangnya, Ketua KPUD Natuna, Junaidi tidak bersedia hasil konfirmasi tersebut dipublikasi. Bersambung. (*Red)

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan