PENGADILAN NEGERI KARIMUN JADI “TUMBAL” PROYEK DINAS PUPR?

KARIMUN-hariametropolitan.co.id- Tabir gelap belanja peningkatan sarana dan prasarana Kantor Pengadilan Negeri Kecamatan Meral dan belanja pembangunan ruang sidang anak Kantor Pengadilan Negeri Karimun tahun 2024, kini terungkap. Kedua proyek ini muncul “tanpa” pembahasan dan usulan dari Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun tapi masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karimun tahun 2024.

Buktinya, Panitra Hakim di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun, Rizka Fauzan, sangat terkejut ketika dikonfimasi wartawan, terkait rencana pembangunan ruang sidang anak. Lulusan Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mempertanyakan, wartawan dapat infromasi dari mana.

“Ruang sidang anak mana. Saya sudah kroschek. Kami sudah punya ruang sidang anak, atau mau abang lihat dulu ruang sidang anak kami,” ucap Rizka tegas, saat dikonfirmasi, Rabu 24 Juli 2024, di Kantor Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun.

Ia terheran-heran, atas informasi tersebut, lantaran pihaknya tidak pernah tau ada pembangunan atau mengusulkan pembangunan untuk ruang sidang anak ke Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun.

Meski pihak pengadilan tidak tau soal rencana pembangunan ruang sidang anak, Dinas PUPR Kabupaten Karimun dibawah kepemimpinan Cahyo Prayitno, melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), tetap tancap gas melelang proyek tersebut, seakan ada kepentingan besar?

(FOTO: Daftar 6 perusahaan ikut dalam tender pembangunan ruang sidang anak Kantor Pengadilan Negeri Karimun Rp350.000.000. dok harianmetropolitan-LPSE Karimun)

Belanja peningkatan sarana dan prasarana Kantor Pengadilan Negeri Kecamatan Meral senilai Rp180.000.000 melalui metode Pengadaan Langsung (PL), dimenangkan oleh penyedia Bina Ulma dengan harga penawaran Rp179.612.772. Perusahaan beralamat di Gg. Awang Nur, Kelurahan Baran Barat-Karimun ini mengerjakan pembangunan lantai, plafon dan elektrikal.

Sedangkan, belanja pembangunan ruang sidang anak Kantor Pengadilan Negeri Karimun Rp350.000.000 melalui metode lelang (tender),  dalam tahap evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis dan harga. Ada 27 perusahaan ikut dalam proses tender, namun hanya 6 perusahaan mengajukan penawaran.

Ke enam perusahaan itu adalah, CV Karimun Network dengan harga penawaran Rp279.969.068. CV Karya Manunggal Konstruksi Rp280.125.701. CV Senendan Rp281.152.838. Karya Prima Sukses Rp296.950.877. CV Pelangi Rp297.286.245 dan terakhir CV Diva Jaya Mandiri Rp311.516.333.

Lalu, dari mana asal usul kedua proyek di pengadilan ini, sehingga bisa masuk dan dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karimun tahun 2024?

Kepala Dinas PUPR Kabupaten Karimun, Cahyo Priyatno, hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi, Selasa 30 Juli 2024. Pejabat pilihan Bupati Kabupaten Karimun, yang memiliki kekayaan hampir satu miliar rupiah, hasil sendiri tanpa ada warisan, berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), memang paling sulit dikonfirmasi, bahkan santer dikalangan media.

Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan di Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Karimun, meminta wartawan agar bertemu secara langsung, tidak wawancara via whatsApp, 12 Juli 2024.

Dalam Peraturan Bupati Kabupaten Karimun nomor 25 tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial, pasal 6 ayat 1a sampai 1d, secara gamblang dijelaskan, proses penganggaran belanja hibah pada kementerian, lembaga yang wilayah kerjanya berada dalam daerah. Namun, prosedur tersebut diduga dikang-kangi, sehingga tidak sesuai aturan.

Peningkatan sarana dan prasarana Kantor Pengadilan Negeri Kecamatan Meral dan belanja pembangunan ruang sidang anak Kantor Pengadilan Negeri Karimun tahun 2024, patut diduga bermasalah karena pihak pengadilan “tidak” pernah mengusulkan permintaan pembangunan ruang sidang anak pada Pemerintah Kabupaten Karimun.

Baca Juga :  Ansar Ahmad Terpilih Jadi Ketua Orwil ICMI Kepri Periode 2022-2027

Lantas, kepentingan siapakah proyek itu? Dalam catatan redaksi media harianmetropolitan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karimun, ternyata pernah bermasalah karena penganggaran belanja hibah pada Dinas PUPR tidak didukung dokumen lengkap, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Kepulauan Riau saat itu memerintahkan Kepala Dinas PUPR untuk mengevaluasi dan membuat rencana aksi atas pelaksanaan kegiatan dari hasil reses dewan dan kepala daerah.

Berkaca dari persoalan diatas, proyek pengadaan barang dan jasa semestinya melalui pembahasan Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbang), sehingga publik dapat dilibatkan dalam pembahasan.

Apalagi, dalam Peraturan Bupati Kabupaten Karimun Nomor 25 tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial, Bab III pasal 4 ayat 1 menjelaskan jika pemberian hibah berupa uang, barang atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan belanja pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Apa saja urusan wajib pemerintah daerah? Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, pasal 3 menyebutkan, urusan wajib dibagi dalam 6 kategori diantaranya, pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan penataan ruang, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, terakhir sosial.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Karimun, Muhammad Firmansyah, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), saat dikonfirmasi via pesan whatsApp, Jumat 19 Juli 2024, tidak merespon, padahal pesan masuk. Pejabat pilihan Bupati Karimun, Aunur Rafiq ini tidak bergeming, terkait karut-marut persoalan di Dinas PUPR Kabupaten Karimun. Berita ini masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut.

Mengambil Untung dari Dana Hibah

Dalam Tajuk Rencana Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat 27 Januari 2023,  fakta menunjukan jika dana hibah seringkali menjadi sasaran para pemburu rente. Hal ini setidaknya tergambar dari hasil pemantauan ICW selama 5 tahun terakhir dimana ada 8 kasus terkait korupsi dana hibah yang melibatkan anggota DPRD di berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan modus yang sering digunakan yaitu, pemotongan anggaran, laporan fiktif, penggelembungan harga atau mark up, penggelapan dan penyalahgunaan anggaran.

Selain menjadi sasaran rente, dana hibah juga bisa dimanfaatkan secara politik baik oleh anggota legislatif daerah maupun pihak eksekutif. Pada situasi menjelang pesta demokrasi, dana hibah dapat digunakan sebagai dana politik untuk meraup suara, misalnya membiayai tim sukses atau dana hibah disalurkan di daerah pemilihan (dapil) dan mengklaim sebagai prestasi atau uang pribadi kandidat.

Menurut hasil pemantauan ICW, setidaknya ada beberapa modus terkait penyelewengan dana hibah, diantaranya lembaga penerima hibah fiktif, pengulangan alamat lembaga penerima hibah, pemotongan dana hibah, serta aliran dana hibah kepada lembaga.

Berbagai kasus yang terjadi menunjukan jika dana hibah sangat rawan penyimpangan, tidak hanya oleh legislatif daerah tetapi juga eksekutif karena keduanya memiliki kewenangan masing-masing. Patut diketahui Peraturan Pemerintah (PP) 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah mengatur soal pemberian hibah harus atas usulan tertulis kepada kepala daerah. Kemudian tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi hibah diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.  (*Rian/Hariono)

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan