
BINTAN, Harianmetropolitan.co.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) seharusnya menjadi pesta demokrasi yang memberikan ruang bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang mereka percaya, Kamis (7/11/2024).
Namun, di Kabupaten Bintan, Pilkada tahun ini justru menunjukkan adanya kemunduran demokrasi yang serius, dengan fenomena calon tunggal yang mencuat sebagai tanda kuatnya oligarki di daerah.
Pilkada yang seharusnya menciptakan kontestasi politik yang sehat, kini justru dikuasai oleh segelintir elite yang berusaha mempertahankan kekuasaan mereka dengan cara yang manipulatif.
Di Kabupaten Bintan, partai politik bukannya memperkuat demokrasi dengan mengajukan berbagai pilihan calon kepala daerah, tetapi malah terjebak dalam politik transaksional dengan mengusung calon tunggal yang tidak memberikan ruang bagi pilihan rakyat.
Di tengah situasi ini, muncul sebuah gerakan yang menegaskan penolakan terhadap calon tunggal tersebut: “Gerakan “Coblos Kotak Kosong”.
Gerakan ini bukan hanya sebagai bentuk protes, tetapi juga sebagai simbol perlawanan terhadap manipulasi demokrasi yang dilakukan oleh elite politik.
Ketua Pergerakan Coblos Kotak Kosong, Baharuddin mengatakan, pihaknya memilih kotak kosong karena menolak calon yang dipaksakan oleh elite yang merusak demokrasi.
“Memilih kotak kosong adalah hak politik yang sah dan dijamin oleh undang-undang. Ini adalah langkah untuk menuntut Pilkada yang lebih adil dan membuka peluang bagi kompetisi politik yang sehat. Jika kemenangan kotak kosong membuat pilkada harus diulang dengan biaya tambahan, itu adalah harga yang layak dibayar demi menjaga martabat demokrasi di Kabupaten Bintan,” tegasnya.
Gerakan ini, yang semakin meluas di kalangan masyarakat Bintan, mengusung visi untuk menyelamatkan demokrasi dari cengkeraman politik transaksional yang menghambat kemajuan daerah.
“Kami relawan gerakan kotak kosong di Bintan murni bergerak dari hati, untuk menyelamatkan nasib demokrasi di Kabupaten Bintan,” kata Baharuddin.
Lebih jauh, mereka menekankan pentingnya partai politik yang memiliki ideologi yang jelas dan berkomitmen untuk memberikan banyak pilihan calon pemimpin yang dapat bersaing secara sehat.
Jika partai politik terus terjebak dalam politik transaksional, maka Pilkada hanya akan menjadi ajang tawar-menawar yang menguntungkan segelintir elite, sementara rakyat terabaikan.
Gerakan ini mengingatkan kita semua bahwa demokrasi harus dijaga, bukan dipermainkan. Karena pada akhirnya, masa depan daerah ini berada di tangan rakyat, bukan segelintir elite yang berusaha mengontrol kekuasaan tanpa memberikan pilihan yang sehat. (*).