DANA FANTASTIS, TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI NATUNA

NATUNA-harianmetropolitan.co.id- Diawal tahun 2025, kinerja Pemerintah Kabupaten Natuna menjadi buah bibir di masyarakat karena kondisi keuangan daerah morat marit. Persoalan ini seharusnya dapat diantisipasi jika prinsip penghematan anggaran tertanam dalam hati para pemangku kebijakan, baik legislatif maupun eksekutif. Namun, prinsip itu ibarat panggang jauh dari api.

Dalam catatan media harianmetropolitan, alokasi terbesar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 seharusnya untuk bidang pendidikan minimal 20 persen sesuai amanat konstitusi pasal 31 ayat 4 dan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 49. Namun, alokasi anggaran pendidikan itu, justru lebih rendah dibanding bengkaknya belanja tambahan penghasilan para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PPPK.

Tercatat, di tahun 2024 Pemerintah Kabupaten Natuna mengalokasikan anggaran untuk belanja tambahan penghasilan pegawai (TPP) sekitar Rp202 miliar, tepatnya Rp202.036.109.559. Anggaran ini naik sekitar Rp29 miliar lebih hanya dalam kurun waktu 3 bulan, setelah pengesahan APBD Perubahan 2024.

Lantas, tambahan penghasilan apa saja dana ratusan miliar itu? Terdapat enam kategori tambahan penghasilan bagi pegawai ASN maupun PPPK, diantaranya, tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja. Tambahan penghasilan tempat bertugas.

Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja. Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja. Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi, serta tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.

Celakanya, meski sudah “banjir” dana tambahan penghasilan, setiap kegiatan, pegawai masih mendapatkan honorarium sebagai penanggung jawab pengelola keuangan dan honorarium pengelola barang dan jasa. Lantas, seberapa penting dana TPP bagi pegawai?

Gejolak belum dikucurkanya dana TPP membuat kalangan pegawai was-was. Desas desus dana TPP masuk tunda bayar jadi angin segar, sebab di beberapa daerah seperti di Kabupaten Karimun, dana TPP tahun 2024 tidak dibayarkan di tahun 2025, alias hangus.

Wajar saja jika pegawai Natuna berharap dana TPP selama dua bulan dibayarkan, karena gaji pokok  sudah “tersandra” bank.

Meski argumen itu beralasan, pengalokasian penambahan anggaran TPP ditengah hiruk pikuk kondisi keuangan merupakan kebijakan “aji mumpung”.

Selain itu, pemerintah daerah akan dihadapkan pada persoalan dana Kurang Bayar (KB) tahun 2024. Kontraktor dan pegawai akan beradu kuat untuk memperjuangkan hak-haknya, terkait siapa yang akan dibayar terlebih dahulu, jika dana Kurang Bayar disalurkan Kementerian Keuangan. Apakah mengutamakan pembayaran kontraktor yang mempekerjakan masyarakat atau pegawai berpenghasilan tetap?

Baca Juga :  IRONI, PAD MORAT MARIT, INSENTIF DEWAN NATUNA MENINGKAT

Pemborosan Perjalanan Dinas

Selain dana tambahan penghasilan, biaya perjalanan dinas para pejabat dan pegawai cukup besar menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Total dana perjalanan dinas dilingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna tahun 2024 tercatat  sekitar Rp103 miliar atau tepatnya Rp103.222.355.353.

Anggaran ini naik hampir Rp19 miliar dalam kurun waktu 3 bulan, setelah pengesahan APBD Perubahan 2024. Di era 4.0, era perkembangan berbasis digital dan otomatisasi, perjalanan dinas seharusnya bisa efisien, namun justru membengkak.

Tidak sulit menemui kasus pemborosan anggaran perjalanan dinas di Kabupaten Natuna. Lihat saja program kerja Inspektorat Kabupaten Natuna. Instansi yang seharusnya jadi garda terdepan penghematan anggaran, tapi justru terlibat dalam pemborosan anggaran.

Kegiatan sosialisasi anti korupsi pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Natuna di Kota Batam, 8 November 2024 lalu tentu menciderai hati masyarakat Natuna. Hanya untuk sekedar sosialisasi, uang rakyat dari pajak harus habis ratusan juta untuk perjalanan dinas kegiatan tersebut, padahal lebih efisien jika dilaksanakan di Natuna.

Lantas, berapa jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga para pemangku kebijakan bersikap boros? Data keuangan pemerintah daerah mencatat, estimasi PAD Kabupaten Natuna selain dari sektor Dana Bagi Hasil (DBH) Migas hanya sekitar Rp93 miliar. Sedangkan, pembagian DBH Migas kian tahun porsinya dikurangi Pemerintah Pusat.

Jika pendapatan menurun, sepatutnya pengeluaran dikurangi dan sumber-sumber pendapatan dioptimalkan. Langkah ini harus diambil oleh pemimpin Kabupaten Natuna kedepan, jika ingin memperbaiki kondisi keuangan daerah. Rekam jejak “buruk” terkait kondisi keuangan daerah diakhir masa jabatan Bupati Natuna, Wan Siswandi dan Wakil Bupati Natuna, Rodial Huda, harus menjadi bahan evaluasi.

Kebijakan mengevaluasi tambahan penghasil pegawai dan belanja perjalanan dinas harus berani diambil pemimpin mendatang. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna semestinya mendorong pemerintah mengambil langkah tersebut dan lebih menekankan porsi anggaran untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. Pertanyaannya, beranikah Bupati Natuna dan Wakil Bupati Natuna, periode 2025-2030, Cen Sui Lan dan Jarmin, bersadarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Natuna mengambil kebijakan tidak populer ini saat menjabat? (*)

Penulis : Pemimpin Redaksi Media harianmetropolitan.co.id

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan