
NATUNA, harianmetropolitan.co.id- Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah (Setda) Natuna, Sulfaradian, menegaskan bahwa kebijakan mengenai distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di wilayah Natuna sepenuhnya ditentukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Pemerintah daerah hanya bertugas mengusulkan kuota dan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, Kamis 13 Februari 2025.
“Kami dari bagian perekonomian dan sumber daya alam setda kabupaten Natuna hanya melakukan pengusulan kuota, sedangkan keputusan akhir tetap berada di tangan BPH Migas. Kuota sudah ditentukan dan akan langsung disalurkan melalui SPBU,” jelasnya.
Dalam penyaluran BBM subsidi, khususnya untuk nelayan, mekanisme pengajuan dilakukan melalui rekomendasi dari Kecamatan berdasarkan persyaratan dan mekanisme yang ditetapkan oleh Dinas perikanan kabupaten Natuna. Rekomendasi ini didasarkan pada jumlah kapal nelayan (pompong) serta jumlah nelayan yang memiliki kartu nelayan. Proses ini telah disosialisasikan kepada kecamatan-kecamatan terkait.
Adapun pengawasan distribusi BBM bersubsidi melibatkan berbagai instansi, termasuk bagian perekonomian dan SDA Setda Natuna, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta dinas terkait lainnya sesuai dengan sektor pengguna. Untuk nelayan dan sektor pertanian, rekomendasi diberikan oleh instansi berwenang sesuai kebutuhan.
Berdasarkan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2003, pembelian BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite memerlukan surat rekomendasi. Di Natuna, perangkat daerah seperti camat dan kepala desa bertanggung jawab merekomendasikan kuota berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Perikanan. Nelayan kemudian dapat mengambil BBM di SPBU sesuai kapasitas dan kebutuhan operasional mereka.
Pada tahun 2025, kuota BBM bersubsidi yang diberikan oleh BPH Migas untuk Natuna mengalami penurunan dibandingkan tahun 2024. Namun, kondisi cuaca yang kurang bersahabat selama musim utara membuat banyak nelayan tidak melaut, sehingga konsumsi BBM menurun. “Inilah celah yang memungkinkan kuota solar tetap mencukupi,” ujarnya.
Saat ini, terdapat sekitar 16 penyalur BBM di Natuna, termasuk SPBU yang tersebar di beberapa wilayah, seperti SPBU Sihotang, SPBU Bandarsah, SPBU Pering, dan SPBU Sepempang. Penggunaan BBM bersubsidi telah diperketat dengan sistem barcode, terutama bagi kendaraan roda empat.
“Kendaraan plat merah dilarang menggunakan BBM bersubsidi dan harus menggunakan BBM industri dengan harga berbeda. Selain itu, pembelian di SPBU juga dibatasi, misalnya, kendaraan hanya boleh mengisi maksimal 80 liter per hari sesuai jenis kendaraan,” jelasnya.
Saat ini, pemerintah daerah lebih memprioritaskan distribusi BBM bersubsidi kepada nelayan, karena sudah diatur dalam rekomendasi dan peraturan BPH Migas. Dengan sistem lebih ketat, diharapkan subsidi BBM dapat tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. (***Hani)