
EDITORIAL_Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna mendapatkan Dana Alokasi Fisik (DAK) Bidang Kesehatan untuk melakukan Penambahan Ruangan/Renovasi Puskesmas Kelarik tahun 2025 dengan pagu Rp2,9 miliar. Proyek itu sudah dilelang dan ada 17 perusahaan mengajukan penawaran, mulai dari harga terendah sampai tertinggi.
Setelah proses evaluasi, Perusahaan CV Gunung Ranai Lestari ditetapkan jadi pemenang dengan nilai penawaran Rp2.318.540.700. Jika dihitung, ada selisih hampir Rp600 juta dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Tidak ada satupun regulasi dilanggar oleh CV Gunung Ranai Lestari, karena dalam proses lelang, persaingan harga juga penentu kemenangan. Namun, dibalik itu ada persoalan cukup serius merugikan Pemerintah Kabupaten Natuna.
Publik harus tau, alokasi DAK Bidang Kesehatan ditetapkan langsung oleh Pemerintah Pusat, berdasarkan usulan kegiatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna. Semua usulan itu, sudah ditetapkan nominal anggaran dan waktu pencairan.
Jika selama proses lelang terdapat penurunan harga cukup jauh dari nilai HPS, maka sisa dana hasil tender proyek Penambahan Ruangan/Renovasi Puskesmas Kelarik tidak dapat dialihkan untuk kegiatan lain, karena Kementerian Keuangan Republik Indonesia, hanya mengucurkan anggaran sesuai realisasi penggunaan anggaran (kontrak), buka pagu kegiatan.
Persoalan ini dibenarkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna, Hikmat Aliansyah, saat dikonfirmasi via pesan whatsApp, Rabu 24 September 2025. Ia mengaku, pihaknya tidak dapat mengintervensi penyedia agar tidak terlalu rendah melakukan penawaran dari nilai HPS, karena penyedia diperbolehkan menawar rendah. “Namun, sisa dana dari hasil lelang itu tidak bisa kita minta lagi,” tulisnya.
Persoalan ini jadi dilema tersendiri mengingat Kabupaten Natuna masih membutuhkan infrastruktur mendukung pelayanan kesehatan masyarakat. Hikmat sepakat, masalah ini perlu disuarakan pada Kementerian Kesehatan, agar kedepan ada metode untuk menyerap anggaran secara maksimal.
Namun, organisasi penyedia jasa konstruksi punya peranan penting dalam menyelesaikan persoalan ini. Penawaran harga rendah tidak baik karena perusahaan harus berpikir keras menghemat biaya oprasional sembari mempertahankan kualitas pekerjaan sesuai Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Jika nasib jelek, kontraktor bisa rugi apalagi jika waktu pelaksanaan dipenghujung tahun dengan kondisi curah hujan tinggi, membuat progres pekerjaan semakin lama dan biaya oprasional bengkak.
Para kontraktor harus berempati pada daerah, karena pemerintah sudah berupaya menjolok anggaran untuk membiayai pembangunan, namun tidak terserap maksimal. Pengusaha jasa konstruksi dan pemerintah perlu duduk bersama mencari solusi agar penyerapan anggaran utamanya dari dana DAK Fisik bisa maksimal dan tidak merugikan daerah. (***Rian)