
NATUNA-harianmetropolitan.co.id- Prosedur pengadaan alat tulis kantor (ATK) di Inspektorat Kabupaten Natuna tahun 2025, jadi bukti jika Peraturan Presiden (Perpres) nomor 46 tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, serta Peraturan Bupati Natuna nomor 19 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Sistim Pemerintahan Berbasis Elektronik, bisa di “kangkangi”.
Dalam Aplikasi Monitoring Evaluasi Lokal Layanan Pengadaan Secara Umum Kabupaten Natuna, tidak ditemukan satupun pelaksanaan belanja alat tulis kantor (ATK) di Inspektorat Kabupaten Natuna tahun 2025 hingga tanggal 25 September 2025.
Padahal, dalam proses belanja barang menggunakan metode pemilihan e-Purchasing, seluruh transaksi elektronik pasti tercatat di Aplikasi Monitoring Evaluasi Lokal Layanan Pengadaan Secara Umum, karena aplikasi itu merupakan data monitoring realisasi anggaran dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Persoalan ini tentu menimbulkan tanda tanya, apa benar Inspektorat Natuna tidak ada belanja ATK sampai bulan September 2025, sementara bendahara Inspektorat kerap mengajukan permintaan ganti uang persediaan (GU) ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Natuna, untuk belanja rutin, seperti belanja alat tulis kantor (ATK).
Lalu, berapa banyak item pengadaan belanja ATK di Inspektorat Natuna? Data di himpun media harianmetropolitan mencatat, ada 30 item belanja ATK di sebar disetiap kegiatan baik rutin maupun terjadwal, dengan total anggaran Rp82.150.000.
Aparat penegak hukum harus tau, jika belanja ATK merupakan belanja barang habis pakai sehingga pembuktian pembelian harus tercatat karena sangat rawan terjadi tindakan korupsi, seperti fiktif atau mark-up.
Hal itu sudah terjadi di Kabupaten Natuna tahun 2024, dimana Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Kepulauan Riau menemukan adanya indikasi pembelian belanja barang habis pakai, salah satunya ATK tidak sesuai kenyataan, dengan total temuan untuk belanja barang habis pakai mencapai Rp1,3 miliar di 18 Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Modusnya terbilang mirip, karena hampir semua satuan kerja pemerintah yang jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan, tidak dapat ditelusuri jejak pembelian dan siapa penyedia di Aplikasi Monitoring Evaluasi Lokal Layanan Pengadaan Secara Umum.
Sebagai pengawas dan pemeriksa keuangan di internal Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna, Inspektorat Natuna justru memberi “contoh” buruk bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), karena melakukan pengadaan belanja alat tulis kantor tidak sesuai regulasi pemerintah.
Bagi Inspektorat Natuna, prosedur pengadaan barang dan jasa seakan regulasi “pepesan kosong”. Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan sudah memberi “warning” agar persoalan serupa tidak terulang dan pengadaan mengikuti regulasi, nyatanya Inspektorat Natuna “masa bodoh”.
Ironisnya, Sekretaris Inspektorat Natuna, Tri Sulo, saat hendak dikonfirmasi terkait persoalan ini via pesan whatsApp, justru memblokir nomor jurnalis di lapangan. Padahal, ia sempat membalas konfirmasi wartawan pada kasus lain, meski ujung-ujungnya melempar tanggung jawab ke Inspektur Daerah, Robertus atau biasa dikenal Muhammad Amin.
Pejabat negara yang dibayar dari uang pajak masyarakat ini, seakan “ketakutan” saat media menyorot realisasi anggaran belanja ATK, Kamis 25 Sepetember 2025. Sikap tertutup ini juga kerap dimunculkan pimpinannya, Inspektur Daerah Natuna, Muhammad Amin, karena jadi pejabat paling “sulit” ditemui wartawan harianmetropolitan.
Hingga saat ini, tidak ada satupun informasi dimana keberadan sang Inspektur, karena saat ditemui di kantor, kerap tidak berapa di tempat. Sementara itu, Bendahara Inspektorat Natuna, Umar, saat hendak dikonfirmasi juga sedang tidak berada di kantor. Pengakuan staffnya, bendahara sedang ada urusan sehingga sejak pagi sudah absen.
Benner- benner cantik dengan jargon “Anti Pungli, Pemerintahan Bersih, dan Pelayanan Bebas Korupsi” yang menghiasi sudut kantor Inspektorat Natuna, tampaknya hanya ornamen penghias gedung, tidak untuk “kinerja”.
Meski sudah mengalokasikan anggaran cukup besar dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan, Inspsektorat Kabupaten Natuna, justru tidak taat aturan. Tahun 2025 saja, Inspektorat mengalokasikan anggaran untuk upaya pencegahan tindak pidana korupsi, mulai dari meluncurkan program Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi serta Verifikasi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi senilai Rp192.092.600.
Kemudian, program kegiatan Pengawasan dengan Tujuan Tertentu dialokasikan Rp246.598.600. Pengawasan Keuangan Pemerintah Daerah dialokasikan Rp133.850.000. Pengawasan Kinerja Pemerintah Daerah Rp127.395.000.
Jika ditotal, maka uang negara untuk melakukan pengawasan dan pencegahan tindak pidana korupsi mencapai Rp699.936.200. Publik harus tau, anggaran ini sudah jauh merosot dari anggaran APBD 2024 lalu, karena adanya efisiensi. Tapi, alokasi anggaran dari pelaksanaan kegiatan itu justru paling besar dihabiskan untuk perjalanan dinas dan honorarium. Berita ini masih memerlukan konfirmasi dan kalarifikasi lanjutan. (***Rian)
Tim Lapangan : Sarwanto