Inspektorat Natuna Perkuat Pengawasan Dana Desa Lewat Digitalisasi dan Sinergi Pengawasan Berlapis

Natuna, harianmetropolitan.co.id – Dalam upaya menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, Pemerintah Kabupaten Natuna melalui Inspektorat Daerah terus memperkuat sistem pengawasan penggunaan dana desa.

Inspektur Inspektorat Daerah Natuna, Robertus Louis Stevenson, menjelaskan bahwa mekanisme pengawasan kini dilakukan secara berlapis dan berjenjang, mulai dari tingkat desa hingga pusat.

Menurut Robertus, pengawasan di tingkat desa dilakukan oleh Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan masyarakat secara langsung terhadap kegiatan dan pelaporan keuangan. Di tingkat kecamatan, Camat memiliki peran pembinaan dan monitoring administratif terhadap penggunaan dana desa.

Sementara itu, Inspektorat Kabupaten Natuna melaksanakan audit dan reviu atas perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban dana desa.

“Kami melakukan audit reguler maupun audit khusus jika ditemukan indikasi penyimpangan. Hasil pengawasan dilaporkan ke Bupati dan diteruskan ke instansi terkait di tingkat pusat bila perlu,” jelas Robertus saat dikonfirmasi, Selasa 4 November 2025.

Di tingkat nasional, pengawasan dilakukan oleh Kemendagri, Kementerian Keuangan, dan KPK melalui supervisi, verifikasi data, serta mekanisme penyaluran berbasis kinerja dan kepatuhan.

(Inspektorat Natuna saat melakukan pengawasan dana desa. Foto-Ist)

Untuk mencegah penyalahgunaan dana desa, pemerintah telah menerapkan sejumlah langkah regulatif dan sistemik. Salah satunya adalah penerapan Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 yang mengatur pengawasan keuangan desa secara berjenjang.

“Desa yang belum menyampaikan laporan keuangan dengan baik akan ditunda pencairan dananya,” ujar Robertus.

Selain itu, penggunaan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dan OM-SPAN dari Kementerian Keuangan memperkuat transparansi dengan mendorong transaksi nontunai dan pelaporan otomatis.

Pemerintah juga mengaktifkan Sistem Informasi Desa (SID) agar masyarakat bisa memantau langsung Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta realisasi kegiatan di wilayah mereka.

(Inspektorat Natuna saat melakukan pengawasan dana desa. Foto-Ist)

Pendamping desa juga memiliki peran penting dalam menjamin akuntabilitas penggunaan dana desa. Mereka bertugas mendampingi penyusunan RKPDes dan APBDes, membimbing pencatatan dan pelaporan keuangan melalui aplikasi Siskeudes, serta melaporkan potensi penyimpangan ke Dinas PMD atau Inspektorat.

Baca Juga :  Disdikbud Natuna : 40 Guru PAI Mendapat Pembiayaan PPG dari APBD

“Pendamping desa bukan pelaksana teknis. Mereka berfungsi sebagai fasilitator yang memastikan seluruh proses sesuai aturan dan transparan,” tegas Robertus.

Digitalisasi menjadi kunci pengawasan dana desa di era modern. Robertus menjelaskan, sistem seperti Siskeudes, OM-SPAN, SID, hingga Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK telah digunakan untuk memantau akuntabilitas pengelolaan dana di berbagai level pemerintahan.

Namun, ia mengakui bahwa efektivitas sistem ini sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah dan kemampuan SDM dalam mengoperasikannya. “Belum semua desa punya tenaga yang memahami sistem digital dengan baik. Itu yang terus kita dorong lewat pelatihan dan pendampingan,” katanya.

Inspektorat Natuna menghadapi beberapa tantangan dalam mengawasi 70 lebih desa yang tersebar di wilayah kepulauan. Rasio auditor dengan jumlah desa masih rendah, dan keterbatasan akses digital menjadi kendala teknis yang nyata. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial juga perlu ditingkatkan.

“Kami mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam fungsi pengawasan. Dana desa adalah milik publik, jadi publik juga berhak tahu dan mengawasi penggunaannya,” ujar Robertus.

Robertus menegaskan pentingnya sinergi antara Inspektorat Kabupaten, BPD, dan masyarakat. Inspektorat bertugas melakukan audit dan memberikan rekomendasi perbaikan, sementara BPD menjalankan pengawasan sosial dan politik terhadap kebijakan desa. Masyarakat serta lembaga swadaya lokal berperan sebagai kontrol sosial melalui forum musyawarah desa dan kanal aduan.

“Kunci keberhasilan pengawasan dana desa adalah keterbukaan informasi dan keberanian menyampaikan temuan tanpa takut tekanan politik,” pungkas Robertus. (Wanto)

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan