
NATUNA, harianmetropolitan.co.id- Ratusan warga Desa Sepempang menyatakan penolakan terhadap rencana masuknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk mengambil alih pengelolaan air bersih di wilayah mereka. Penolakan tersebut ditegaskan langsung oleh Kepala Desa Sepempang, Muhammad Shalihin, yang menyampaikan bahwa seluruh warga sepakat mempertahankan pengelolaan air oleh desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Rabu 3 Desember 2025.
Menurut Shalihin, alasan utama warga menolak adalah masalah tarif. Jika dikelola PDAM, tarif terendah mencapai Rp80.000 per bulan, sementara pengelolaan oleh desa dan BUMDes hanya Rp10.000 per bulan.
“Semua warga menolak pengelolaan air bersih oleh PDAM. Tarif PDAM paling rendah Rp80.000, sedangkan tarif desa hanya Rp10.000. Ini sangat jauh berbeda dan memberatkan masyarakat,” jelasnya.
Selain persoalan tarif, pemerintah desa juga menilai bahwa menyerahkan pengelolaan kepada PDAM akan berdampak pada hilangnya pendapatan asli desa (PADes) dari sektor air bersih. Selama ini, BUMDes Sepempang mampu mengelola sumber air secara maksimal dan dianggap memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Kami khawatir pendapatan asli desa akan hilang bila pengelolaan dialihkan. Prinsip kami, Desa Sepempang mampu mengelola air bersih secara mandiri melalui BUMDes. Selama ini pengelolaan berjalan baik, warga merasa cukup dan nyaman,” tegas Shalihin.
Pemerintah Desa Sepempang bersama warga berkomitmen mempertahankan sistem yang sudah berjalan, sembari berharap pemerintah daerah memberikan ruang bagi desa untuk terus mengelola potensi air bersih secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.
(***Hn)
