Aturan Dikesampingkan? Proyek Pengerukan Sungai PUPR Bintan Dipertanyakan

Bintan, harianmetropolitan.co.id – Dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko mencuat pada salah satu pekerjaan konstruksi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bintan.

Pekerjaan yang dimaksud yakni Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Sungai di Kabupaten Bintan, dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp176.104.180,50 dan masa pelaksanaan 15 hari kalender. Paket pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh Bengkel Kreatif Utama dengan nilai penawaran Rp176.059.904,87, atau hanya berselisih tipis dari nilai HPS.

Berdasarkan ketentuan perizinan berusaha jasa konstruksi, pekerjaan pengerukan alur sungai seharusnya menggunakan subklasifikasi PL002 dengan KBLI 42914 (Pengerukan). Subklasifikasi ini mencakup kegiatan usaha pengerukan atau normalisasi serta pemeliharaan sungai, pelabuhan, rawa, danau, waduk, alur pelayaran, kolam, dan kanal, termasuk pengerukan jalur transportasi air, baik pekerjaan ringan, sedang, maupun berat.

Namun, dalam paket pekerjaan tersebut justru ditetapkan subklasifikasi BS010 dengan KBLI 42911 (Konstruksi Bangunan Prasarana Sumber Daya Air). KBLI ini diperuntukkan bagi pekerjaan pembangunan atau pemeliharaan bangunan prasarana sumber daya air seperti bendungan, bendung, embung, pintu air, tanggul, saluran pengendali banjir, krib, waduk, hingga stasiun pompa.


Penetapan tersebut dinilai tidak selaras dengan uraian pekerjaan, yang secara eksplisit menyebutkan kegiatan pemeliharaan dan pengerukan alur sungai, bukan pembangunan atau pemeliharaan bangunan prasarana sumber daya air.

Lebih lanjut, berdasarkan penelusuran harianmetropolitan.co.id pada data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Bengkel Kreatif Utama diketahui tidak memiliki subklasifikasi PL002 (KBLI 42914 – Pengerukan) yang secara substansi paling relevan dengan ruang lingkup pekerjaan tersebut.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius, mengingat penetapan subklasifikasi BS010 (KBLI 42911) secara administratif justru membuat perusahaan tersebut memenuhi persyaratan pengadaan.

Fakta tersebut memperkuat dugaan bahwa penetapan subklasifikasi dan KBLI pekerjaan tidak semata-mata persoalan teknis, melainkan berpotensi mengarah pada pengondisian persyaratan, sehingga bertentangan dengan prinsip persaingan usaha sehat, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Meski terdapat dugaan ketidaksesuaian antara ruang lingkup pekerjaan dengan subklasifikasi dan KBLI yang ditetapkan, pekerjaan tersebut tetap dilaksanakan. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa ketentuan perizinan dan klasifikasi usaha jasa konstruksi diabaikan dalam proses pengadaan.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bintan belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang disampaikan harianmetropolitan.co.id melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/12/2025).

Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada pihak Bengkel Kreatif Utama selaku pelaksana pekerjaan. Namun, pesan singkat yang dikirimkan media ini juga tidak mendapatkan balasan.

Dugaan salah penetapan subklasifikasi dan KBLI tersebut berpotensi melanggar UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Dalam Pasal 90, ditegaskan bahwa setiap badan usaha yang mengerjakan jasa konstruksi tanpa Sertifikat Badan Usaha (SBU) sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif, berupa: denda administratif; penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi; dan/atau pencantuman dalam daftar hitam.

Sementara itu, PP Nomor 5 Tahun 2021 menegaskan bahwa ketidaksesuaian KBLI dan subklasifikasi usaha dengan ruang lingkup pekerjaan merupakan pelanggaran perizinan berusaha berbasis risiko yang dapat berujung pada pembatalan legalitas usaha untuk paket pekerjaan dimaksud.

Lebih jauh, apabila penetapan persyaratan yang tidak sesuai tersebut dilakukan secara sadar dan berdampak pada terbatasnya persaingan usaha, menguntungkan pihak tertentu, atau bahkan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, maka peristiwa ini dapat mengarah pada perbuatan melawan hukum.

Dalam kondisi demikian, aparat penegak hukum dapat menelusurinya berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang memuat ancaman pidana penjara dan denda bagi pihak yang menyalahgunakan kewenangan.

Atas dugaan pelanggaran tersebut, Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), inspektorat daerah, hingga lembaga penegak hukum dinilai perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap proses perencanaan, penetapan persyaratan, hingga pelaksanaan pekerjaan.

Sebab, pengabaian terhadap ketentuan administrasi dalam jasa konstruksi bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan berpotensi mencederai asas kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah (***Dms).

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan