
Natuna–(harianmteropolitan.co.id). Adanya tudingan “kong-kalikong” terhadap pengerjaan proyek empuk milik pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, tampaknya bukan isapan jempol.
Lihat saja proyek penambahan pelabuhan Penagi (Tanjung Payung) tahun anggaran 2018, Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau di Kabupaten Natuna.
Kala itu, kuli tinta di daerah Laut Sakti Rantau Bertuah menyoal prosedur keselamatan kerja karyawan dari pihak rekanan PT. Karya Tunggal Mulya Abadi.
Hasil pantauan tim Redaksi Harian Metropolitan di lapangan, Rabu pagi, 11 Juli 2017, sejumlah karyawan sibuk melakukan tugas diatas kapal Tongkang, tanpa dilengkapi alat pelindung diri (APD). Termasuk memanjat Hidrolik Hammer, bak seorang kura-kura ninja tanpa safety belt.
Anehnya, persoalan ini luput dari pantauan konsultan pengawas, yang nota benenya di bayar menggunakan uang rakyat. Usut punya usut, ternyata batang hidung konsultan pengawas, sering tidak berada di tempat. Ironis bukan?.
Padahal, nilai proyek tersebut sangat fantastis, mencapai Rp17.929.870.000, bersumber dari APBD Provinsi Kepulauan Riau.
Pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Natuna, saat dikonfirmasi terkait proyek penambahan pelabuhan Penagi (Tanjung Payung), mengaku tidak berwenang memberikan informasi.
Namun, demi kepentingan masyarakat, Ia memberi nomor seluler sang kontraktor dan menunjukkan lokasi Direksi Kit, PT. Karya Tunggal Mulya Abadi. “Tapi tolong nama saya di rahasiakan,”pintanya.
Di lokasi Direksi Kit, seorang karyawan mengaku, jika pihak pengawas dari PT. Karya Tunggal Mulya Abadi, pengawas dinas, dan konsultan pengawas, sedang berada di luar. Sayangnya, si Bejo (bukan nama asli-red), tidak ingin identitasnya di publikasikan.
Investigasi hari berikutnya, si Bejo mulai terbuka. Ia mengatakan, kantor Direksi Kit selalu kosong, dan pengawas jarang berada di tempat. “Saya tidak tahu sudah sejauh mana progres pekerjaannya. Selama ini konsultan jarang mengawasi, hanya foto-foto terus pergi entah kemana. Pengawas dari dinas provinsi juga jarang memantau,”ucap Bejo membuka tabir kebobrokan kinerja Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau dibawah komando, Jamhur Ismail.
Kinerja Jamhur Ismail tampaknya bukan kali ini saja mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Dalam pemberitaan media siber Prokepri.com edisi : 18 Desember 2017, Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, diminta mengganti sang kadishub, lantaran tidak memiliki kemampuan mengatasi persoalan sistim transportasi. Ironis bukan?.
Namun, apalah daya, kedekatan Jamhur Ismail dengan Nurdin tak terbendung. Meski masyarakat resah, karir Jamhur Ismail tetap eksis hingga saat ini. Meski demikian, peran dari aparat penegak hukum sangat di butuhkan. Jangan sampai, “hajat” meraup untung sebesar-besarnya, malah “mengabaikan” nyawa masyarakat.
Karena sudah jelas, PT. Karya Tunggal Mulya Abadi mengangkangi undang-undang no. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Serta Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.
Jika sejumlah aturan tersebut di lawan, maka pihak PT. Karya Tunggal Mulya Abadi dapat di ancam hukuman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah).
Hingga berita ini di turunkan, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Jamhur Ismail belum dapat di konfirmasi. Bahkan, berulang kali di hubungi, pihak rekanan juga tidak memberi respon. Pertanyaanya, benarkah PT. Karya Tunggal Mulya Abadi, kebal hukum?.
Penulis : Tim Redaksi