
NATUNA-harianmetropolitan.co.id- Pemerintah Kabupaten Natuna tampak “gusar” karena media menyorot penggunaan material “ilegal” dalam setiap proyek-proyek pemerintah. Bahkan, Bupati Natuna Cen Sui Lan, sudah menginstruksikan agar persoalan itu segera diselesaikan.
Celakanya, media harianmetropolitan mendapat kiriman rekaman video dan percakapan kegiatan rapat koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan pertambangan Galian C, bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau, via zoom meeting, Kamis 25 September 2025.
Dalam rapat itu, Sekretaris Daerah Natuna, Boy Wijanarko justru menyebut, media seakan mau menerkam. Sadar ucapan blunder itu bisa jadi persoalan baru, ia buru-buru menanyakan audiens, apakah ada media ikut serta? Merasa aman, ia kembali melanjutkan pembahasan.
Dalam topik pembahasan itu, setidaknya ada tiga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Natuna merasa “was-was” atas persoalan penggunaan material “ilegal” yang kerap jadi headline di media Natuna. Sehingga, Boy menyebut, teman-teman (OPD) teknis ingin mundur karena merasa tersandra dan tidak ingin melaksanakan kegiatan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Menanggapi masalah itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau, mengaku untuk Kabupaten Natuna, bersadarkan Keputusan Menteri ESDM nomor 111.K/MB.01/MEM.B/2022, wilayah Kabupaten Natuna belum memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Sementara, untuk mengurus Izin Usaha Pertambangan membutuhkan waktu cukup lama, bisa bertahun-tahun sampai seluruh izin selesai. Namun, ada alternatif lain untuk pertambangan tanpa izin di Natuna, seperti Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB). Dari SIPB ini, usulan izin dapat di mulai dari Badan Usaha Milik Daerah atau Desa, Koperasi, Perusahaan Perorangan atau swasta dengan luas maksimal wilayah operasi 50 Ha.
Jangka waktu SIPB dapat berjalan selama tiga tahun dan diperpanjang sebanyak dua kali. Prosedur pengurusan izin dapat dimulai dari Sistim Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS) Berbasis Risiko. Syaratnya dapat dilihat dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 5 tahun 2021.
“Jadi, SIPB ini merupakan alternatif terbaik karena hanya memerlukan satu tahapan pemberian izin. Kami menyarankan, untuk Pemerintah Kabupaten Natuna memakai SIPB,” kata Reza, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau.
Solusi itu ternyata tidak menjawab kegelisahan Pemerintah Kabupaten Natuna, karena mengurus SIPB ternyata membutuhkan waktu paling cepat tiga bulan tergantung konsultan, sementara saat ini proyek-proyek pemerintah sedang berjalan dan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2025, proyek-proyek konstruksi di setiap OPD sudah menunggu daftar list untuk dikerjakan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau, Muhammad Darwin, tidak dapat memberikan solusi cepat, dan lebih bercerita tentang pengalaman di Kabupaten Kepulauan Anambas terkait persoalan tambang tak berizin.
Ia mengaku, saat itu aparat penegak hukum melakukan penertiban atas oprasional pertambangan tidak berizin, sehingga kegiatan di Anambas terhenti dan berimplikasi pada hilangnya pasokan bahan bangunan. Namun, salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sempat menanyakan teknis penyelesaian di Anambas saat itu, tapi Muhammad Darwin, tidak berani menjawab karena mengaku zoom di record (rekam).
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau, Muhammad Darwin, sempat mengusulkan agar pemerintah daerah menginventarisir kebutuhan bahan material, agar bisa didatangkan dari luar daerah. Namun, Boy langsung menyela jika hal itu sangat sulit karena kegiatan sudah berjalan. “Kalau gitu tergantung sama pimpinan saja pak Sekda,” timpal Darwin.
Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna, Boy Wijanarko, sempat mengaku jika pemerintah akan menjalin koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS). “Kami sudah pernah melakukan PKS terkait persoalan ini dan sedang dicarikan dokumennya, namun apakah boleh solusi ini diterapkan,” ucap Sekda bertanya pada Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepri.
Saat itu, Darwin menjawab, pilihannya ada di daerah, di mana ada situasi tidak terhindarkan, sementara ada tahapan regulasi yang harus dilalui dan ini sangat mengganggu penyerapan anggaran. Pernyataan Boy Wijanarko seakan membuka borok pemerintah daerah, di mana hampir 26 tahun Natuna berdiri, persoalan kebutuhan material untuk proyek-proyek pemerintah saja tidak terurus, sehingga saat ini rakyat yang memiliki bahan baku material jadi “korban”.
Persoalan ini sudah jadi atensi publik bahkan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetya, mengingatkan pentingnya legalitas dalam kegiatan pertambangan yang menyuplai bahan ke proyek-proyek negara, seperti dikutip dari media metroindoensia, grup harianmetropolitan, Rabu 10 Sepetember 2025.
Pemerintah daerah tidak boleh membuat aturan sendiri dengan cara “berkompromi” tanpa menerapkan regulasi, karena hal itu berpotensi terjerat pidana karena bertentangan dengan undang-undang Minerba. Berita ini masih memerlukan konfirmasi lanjutan terkait ucapan seakan menyudutkan media di Natuna. (***Rian)