Diduga Kebal Hukum, Perusakan Mangrove Kayu Tiki di Senayang Terus Berlangsung

Meski Berulang Kali Diberitakan, Aktivitas Pengumpulan Kayu Mangrove di Desa Tanjung Kelit Tak Kunjung Berhenti

Lingga, harianmetroplitan.co.id – Lemahnya penegakan hukum di wilayah Kepulauan Riau kembali menjadi sorotan publik. Aktivitas penebangan dan pengumpulan kayu mangrove jenis kayu tiki di Desa Tanjung Kelit, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, diduga masih terus berlangsung hingga saat ini, meski telah berulang kali diberitakan oleh sejumlah media online dalam beberapa bulan terakhir.

Informasi tersebut disampaikan langsung oleh masyarakat setempat kepada media beberapa hari lalu. Seorang warga Desa Tanjung Kelit yang meminta identitasnya dirahasiakan menegaskan bahwa dokumentasi foto yang beredar merupakan kondisi terbaru di lapangan, bukan dokumentasi lama.

“Foto yang saya kirim itu baru saya ambil beberapa hari lalu. Saat itu masih ada aktivitas pengumpulan kayu tiki oleh masyarakat di wilayah Desa Tanjung Kelit,” ujar sumber kepada media, Selasa (30/12/2025).

Menurutnya, pemberitaan media sejauh ini belum memberikan efek jera terhadap aktivitas perambahan hutan mangrove tersebut. Kegiatan pengumpulan dan penampungan kayu tetap berjalan tanpa hambatan berarti.

“Walaupun sudah sering diberitakan oleh rekan-rekan wartawan, kegiatan itu seolah tidak membuat pengusaha yang menampung kayu tersebut menghentikan aktivitasnya,” ungkapnya.

Lebih jauh, sumber menyebut seorang pengusaha bernama Lingwat diduga tidak hanya berperan sebagai penampung kayu tiki hasil perusakan mangrove, namun juga diduga menampung kayu olahan berupa papan panjang yang berasal dari kawasan hutan Daek.

“Informasi yang kami ketahui, Lingwat ini bukan hanya menampung kayu tiki, tapi juga kayu papan panjang dari area hutan Daek,” tambahnya.

Masyarakat menilai lemahnya penindakan hukum menjadi faktor utama terus berulangnya aktivitas perusakan hutan mangrove di wilayah tersebut.

“Seolah-olah yang bersangkutan kebal hukum. Aktivitas perusakan lingkungan ini terus berulang dan tidak pernah tersentuh proses hukum,” tegas sumber.

Padahal, hutan mangrove merupakan kawasan yang dilindungi undang-undang.

Penebangan, pengangkutan, hingga penampungan hasil hutan tanpa izin dapat dijerat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sementara itu, Kapolsek Senayang, Iptu Sarjono, saat dikonfirmasi media menyampaikan akan melakukan pengecekan ulang di lapangan. Ia mengaku sebelumnya tidak lagi menemukan aktivitas tersebut.

“Nanti akan saya cek kembali, karena bulan kemarin sudah tidak ada lagi aktivitas,” ujar Iptu Sarjono.

Terpisah, Kapolres Lingga, AKBP Pahala Martua Nababan, menyatakan bahwa kasus ini telah ditangani oleh jajaran kepolisian.
“Kejadian ini sudah kami selidiki dan ditangani oleh Satpolair Polres Lingga. Perkembangannya akan kami kabari, mohon waktu,” singkat Kapolres.

Dengan kembali mencuatnya dugaan aktivitas perusakan mangrove ini, masyarakat berharap adanya tindakan tegas dan transparan dari aparat penegak hukum.

Bahkan, sejumlah pihak menilai perlu keterlibatan langsung Polda Kepulauan Riau untuk memastikan perlindungan ekosistem mangrove yang memiliki peran vital bagi kelestarian lingkungan dan ekosistem laut di Kabupaten Lingga. (Hendra)

Editor: (Dms).

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Doni