![](https://harianmetropolitan.co.id/wp-content/uploads/2025/02/471699776_10162121142298584_5487984152047000522_n-880x528.jpg)
NATUNA- harianmetropolitan.co.id- Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Natuna menganggarkan belanja pembebasan lahan Kantor Camat Pulau Seluan dan Kantor Camat Pulau Panjang tahun 2024. Namun, pembebasan lahan ini patut diduga bermasalah dan sarat “kepentingan” karena prosesnya melanggar hukum.
Data media harianmetropolitan mencatat, anggaran pembebasan lahan sudah masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PUPR tahun 2024, bersamaan dengan belanja jasa konsultasi publik pembebasan lahan Kantor Camat Pulau Seluan dan belanja jasa konsultasi publik pengadaan lahan Kantor Camat Pulau Panjang.
Saat itu, Dinas PUPR Natuna mempercayakan penilaian terkait obyek pengadaan lahan itu pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Rengganis, Hamid & Rekan, di Jakarta Selatan. Padahal, besaran anggaran pembebasan lahan baru dapat diketahui jika tim KJPP Rengganis, Hamid & Rekan sudah selesai melakukan perhitungan dan penilaian. Karena hal ini akan menjadi dasar hukum bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Natuna untuk penganggaran.
Namun, jika anggaran sudah dialokasikan jauh sebelum dilakukan penilaian oleh KJPP, maka Dinas PUPR Natuna diduga telah melakukan “kong-kalikong”, sebab pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 dibahas dan disahkan tahun 2023 lalu. Tindakan ini jelas menimbulkan spekulasi, data mana dipakai Dinas PUPR Natuna, sehingga bisa menetapkan pagu pembebasan lahan Kantor Camat Pulau Seluan senilai Rp160 juta dan Kantor Camat Pulau Panjang senilai Rp540 juta tahun 2024 lalu.
Selain itu, hasil penilaian KJPP Rengganis, Hamid & Rekan tahun 2024 terkesan “formalitas” belaka, sebab tanpa jasa konsultasi penilaian publikpun, Dinas PUPR Natuna sudah tau nominal anggaran pembebasan lahan.
Perbuatan ini jelas “melanggar” Peraturan Pemerintah (PP) nomor 39 tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pasal 67 dan 68.
Lalu, bisakah anggaran pembebasan lahan masuk begitu saja tanpa melalui pembahasan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)? Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Natuna, Riswandi, saat dikonfirmasi melalui via whatsApp, mengaku tidak enak badan, sehingga tidak masuk kantor, Senin 3 Februari 2025. Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Agus Supardi belum terkonfirmasi.
Kini, publik mendesak aparat untuk mengungkap siapa dalang masuknya anggaran pembebasan lahan tanpa adanya penilaian dari KJPP sesuai aturan ditetapkan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Jika perhitungan anggaran tidak sesuai regulasi, patut diduga ada pihak tertentu diuntungkan?
Sedangkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, Bab II Pasal 2 Ayat 1 menegaskan, setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 milyar. Ayat 2 : dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3 : setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 milyar. Pasal 4 : pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana, sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 butir (e) tertulis, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 miliar.
Apabila pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Bersambung. (***Rian)