
“Proyek Revitalisasi Asrama Haji Provinsi Jambi merugikan negara Rp11 milyar. Padahal, proyek tersebut diawasi TP4D Kejati Jambi”
harianmetropolitan.co.id, Jambi- Polisi Daerah Provinsi Jambi (Polda) tancap gas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan kasus korupsi Revitalisasi Asrama Haji Provinsi Jambi tahun anggaran 2016. Proyek yang bersumber dari dana Anggaran Belanja Negara (APBN) senilai Rp51.051.663.000 itu, jadi bancakan “korupsi” berjamaah.
Tersangkanya, mantan Kakanwil Kemenag Jambi, Thaher Rachman, Pejabat Pembuat Komitment (PPK) H. Dasman, ULP Kemenag Eko Dian Ling, Direktur PT. Guna Karya Nusantara Cabang Banten Mulyadi alias Edo, H.Tendryansah selaku Sub Kontraktor, Johan Arifin Muba selaku pengembang Revitalisasi Asrama Haji, dr. Bambang Marsudi selaku pemodal dalam proyek Asrama Haji.
Hal ini dikatakan Direskrimsus Polda Jambi, Kombespol. Thein Tabero, saat menggelar jumpa pers, di gedung lama Polda Jambi, Selasa 29 Oktober 2019. Bahkan, para tersangka telah ditahan, dan berkasnya segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Jambi.
AKBP Ade Dirman, Subdit II Tipikor Polda Jambi juga menerangkan, kerugian negara akibat pengerjaan tidak sesuai bestek, pada bagian instalasi ME dan plumbing, pemasangan lift dan banyak plafon asrama tidak terpasang. “Untuk pengecekan fisik, kami melibatkan tim ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB),” ucap perwira melati dua itu.
Polisi pun menduga, pemenang tender Revitalisasi Asrama Haji telah diatur. Pasalnya, progres pekerjaan dilapangan hanya 64,51 persen, namun dananya dicairkan sebesar 92,5 persen, sehingga dalam audit BPKP Perwakilan Jambi, ditemukan kerugian negara Rp11 milyar. Ironis bukan?.
Parahnya, proyek yang jadi bancakan “korupsi” berjamaah itu berada dalam pengawasan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D), Kejaksaan Tinggi Jambi. Namun, pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi Jambi tidak mau disalahkan. Seperti di lansir dari Tribunjambi.com, edisi 25 Oktober 2017 lalu, Ketua TP4D Kejati Jambi Dedie Tri Haryadi, mengaku pihaknya sudah pernah memberi saran, namun tidak di tanggapi. “Karna dalam hal ini, TP4D hanya menjalankan fungsi pengawasan. Walaupun dibawah Kejati, posisi kita bagian dari pemerintah, bukan sebagai aparat penegah hukum,” ucapnya.
Bahkan, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Jambi, Lexy Fatharani, saat dikonfirmasi wartawan media ini, Selasa 29 Oktober 2019, turut membantah adanya kelalaian dari TP4D Kejati Jambi. “Kita telah menerima para tersangka beserta barang bukti. Sebagai tim pengawas dalam proyek tersebut, kami sudah bekerja secara prosedur,”ucapnya enteng.
Lalu, mengapa pihak rekanan bisa menerima pencairan proyek sebesar 92,5 persen, sementara pekerjaan baru 64,51 persen?. Lagi-lagi, pejabat yang digaji dari uang pajak masyarakat itu berkilah, semua pengawasan sudah sesuai prosedur.
Dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia nomor PER-014/A/JA/11/2016, tentang mekanisme kerja teknis dan administrasi tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia, sangat jelas diatur mengenai tugas dan fungsi TP4D. Bahkan, pembentukan tim TP4D bertujuan untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi.
Laporan : Novalino
Editor : Redaksi