APBD untuk Rakyat, Bukan untuk Swasta

Pembangunan kawasan tepi laut Tanjungpinang dengan dana APBD memang patut diapresiasi. Namun rencana bahwa kawasan ini justru akan dikelola oleh pihak swasta sungguh mengundang tanda tanya besar. Bagaimana mungkin uang rakyat yang dikumpulkan melalui pajak, retribusi, dan transfer pusat, dipakai untuk membangun fasilitas publik, tetapi hasil pengelolaannya justru dinikmati oleh pihak swasta?

*APBD adalah Uang Rakyat*

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) bukanlah milik segelintir orang. Ia bersumber dari keringat masyarakat: pajak yang dibayar pedagang, retribusi yang dipungut dari nelayan, hingga dana transfer dari pusat yang juga berasal dari APBN. Dengan demikian, setiap rupiah dari APBD memiliki tujuan tunggal: meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

*Aset Daerah Harusnya untuk Daerah*

Ketika APBD dipakai membangun sebuah aset—apakah itu pasar, gedung olahraga, atau kawasan wisata—maka hasil pembangunan tersebut seharusnya tercatat sebagai aset daerah. Artinya, pengelolaannya berada di bawah pemerintah daerah dan hasil pendapatannya masuk ke kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan begitu, manfaatnya kembali lagi kepada rakyat.

*Risiko Jika Diserahkan ke Swasta*

Masalah serius muncul jika pembangunan yang dibiayai APBD justru diserahkan pengelolaannya kepada swasta. Daerah sudah keluar biaya, tetapi potensi keuntungan justru masuk ke kantong pihak lain. Ini jelas merugikan masyarakat karena PAD berkurang, bahkan bisa menimbulkan konflik kepentingan dan indikasi penyalahgunaan aset daerah.

Baca Juga :  Manfaatkan DAK Fisik dan Dana Desa Sebagai Penggerak Perekonomian

Bayangkan, rakyat sudah membayar lewat pajak, daerah mengeluarkan biaya membangun, tetapi giliran fasilitas itu menghasilkan keuntungan, justru pihak swasta yang menikmati. Lalu, apa untungnya bagi daerah?

*Perbandingan dengan Jalan Tol*

Sebagian orang mungkin membandingkan dengan jalan tol yang memang dikelola swasta atau BUMN. Namun, kasusnya berbeda jauh. Jalan tol umumnya dibangun dengan dana swasta atau BUMN melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Pihak investor menanggung biaya pembangunan, dan mereka berhak mengembalikan modal melalui tarif tol. Jadi, wajar jika pengelolaannya di tangan swasta.

Sebaliknya, jika sebuah proyek dibiayai APBD, itu berarti daerah yang menanggung seluruh biaya pembangunan. Oleh karena itu, tidak ada alasan logis untuk menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.

*Menjaga Prinsip Keadilan*

Intinya sederhana: sumber dana menentukan siapa yang berhak mengelola. Jika APBD yang dipakai, maka hasilnya wajib kembali ke daerah. Jika swasta yang membangun dengan modalnya sendiri, maka mereka berhak mengelola dan mengambil keuntungan.

Menyerahkan aset hasil pembangunan APBD kepada swasta sama saja dengan menggadaikan hak rakyat. Ini bukan hanya persoalan teknis pengelolaan, tetapi persoalan prinsip: keadilan dalam pemanfaatan dana publik.

Pemerintah daerah harus tegas menjaga aset publik agar tetap menjadi milik dan sumber kesejahteraan masyarakat, bukan malah menjadi ladang bisnis bagi segelintir pihak.

Penulis: DMS.

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan