Kelabui Anggaran Ala Pemkab Natuna Jilid (II).

Natuna(harianmetropolitan.co.id). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Natuna terus mengalami penurunan (Defisit) setiap tahun. Ironisnya, di tengah kemelut anggaran berkepanjangan, praktek “culas “para oknum pejabat di lingkungan pemerintah, jalan trus. Tipu- tipu anggaran itu pun terkesan masif, lantaran tidak terendus aparat penegak  hukum.

Redaksi media online Harian Metropolitan, edisi : Jumat 8 Juni 2018, pernah menyoal kebobrokan kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di bawah komando Hamid Rizal, judul, “ Kelabui Anggaran, Ala Pemkab Natuna”.

Kala itu, di tahun 2018, ada lima instansi pemerintah, mulai dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Dinas Ketahanan Pangan,  Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga,  Badan Inspektorat, dan Kecamatan Midai, mengangkangi Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018, Tentang Pengadaan Barang dan Jasa (Perubahan atas Pepres 54 Tahun 2010), Pasal 22 ayat 1 sampai 5.

Pasal 22 menjelaskan, “setiap pengadaan barang dan jasa, baik melalui penyedia maupun swakelola, wajib mengumumkannya terhadap publik, sebagai wujud transparansi pengadaan barang dan jasa”.

Jika Rencana Umum Pengadaan tidak di umumkan melalui website atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), maka tindakan pengguna anggaran (PA) merupakan perbuatan melawan hukum (secara pidana), berdasarkan ketentuan Pasal 32 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang  ITE, berbunyi ;

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik orang lain atau milik publik, di kenakan sanksi sesuai Pasal 48 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.0000.000,00(dua miliar rupiah).”

Pertanyaanya, mengapa kelima satuan kerja tersebut berani melawan peraturan?. Apakah “taji” aparat penegak hukum sudah tumpul, sehingga membuat para pejabat tersebut kebal hukum ?. Bahasa ini kian santer terdengar di masyarakat, kala berita itu “buming” ke ruang publik.

Redaksi  Media Harian Metropolitan merinci satu persatu kegiatan di lima satuan kerja diatas. Pasalnya, di tahun 2017-2018, kegiatan swakelola seperti dana honorarium, perjalanan dinas dan belanja rutin kantor, paling banyak tidak di umumkan ke publik. Selain dana swakelola, sejumlah proyek PL juga turut di “sembunyikan” informasinya.

Di awali dari data Redaksi Media Harian Metropolitan tahun 2016-2017, Rumah Sakit Umum Daerah. Direktur  RSUD, Faisal, sinis, kala berita media online Harian Metropolitan, edisi : Jumat 8 Juni 2018, “ Kelabui Anggaran, Ala Pemkab Natuna”, di share ke grup Seputar Pemkab Natuna, Jumat 8 Juni 2018.

Cuitan singkat pria paruh baya itupun memancing reaksi publik. Pasalnya, Faisal dengan begitu percaya dirinya (PD) “ menantang” wartawan untuk bertanya, dimana letak kesalahan anggaran kegiatan RSUD. Bahkan Ia sesumbar, RSUD terbuka soal anggaran, tidak akan di tutup-tutupi.

Ironisnya, begitu di konfirmasi via WhatsApp, 8 Juni 2018, Faisal mendadak “amnesia”. Sikap percaya dirinya langsung ciut kala wartawan membeberkan sejumlah anggaran fantastis, di RSUD Kabupaten Natuna.

“Dalam rangka apa ini, kami sudah punya audit, yaitu Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), saya lapor pimpinan dulu,”begitu isi percakapan WhatsApp sang Dirut. “Tunggu informasi dari saya, kapan kita bisa bertemu,” tulisnya lagi. Hari demi hari berlalu, hingga kini, janji sang Dirut, bak panggang jauh dari api.

Data Media Harian Metropolitan menyebutkan, di tahun 2017, RSUD menerima anggaran senilai Rp69.774.050.000. Angka ini di bagi menjadi dua bagian, pertama, belanja tidak langsung (belanja pegawai/tunjangan), Rp11.908.508.810, sementara belanja langsung Rp. 57.865.504.590.

Anggaran di tahun 2017 memang mengalami penurunan. Di tahun 2016, anggaran belanja RSUD mencapai Rp77.516.312.707. Sayangnya penurunan anggaran itu tidak berefek signifikan terhadap dana honorarium dan perjalanan dinas. Kemungkinan besar, “faktor” inilah yang membuat RSUD, tidak mengumumkan Rencana Umum Pengadaan di tahun 2017.

Berikut tabel perjalanan dinas di RSUD Natuna Tahun 2017 :

NO Nama Kegiatan Anggaran Perjalanan Dinas
1 Kegiatan Rapat Koordinasi dan Konsultasi Luar dan Dalam Daerah Rp511.850.000.
2 Penyusunan Standar Operasional Prosedur Rp45.000.000
3 Pemeliharaan Sistim Komputerisasi Rp77.000.000
4 Program Peningkatan Sumberdaya Aparatur Rp94.050.000
5 Kursus dan Peningkatan keterampilan Aparatur Rp42.000.000
6 Pengiriman Peserta Magang Rp119.348.000
7 Penyusunan Laporan Kinerja dan Ikhtisar realisasi Kinerja SKPD Rp36.300.000
8 Peningkatan Kesehatan Masyarakat Rp68.950.000
9 Penyedia Kebutuhan Darah Rp115.328.000
10 Evaluasi dan Pengembangan Standar Pelayanan Kesehatan Rp185.670.000
11 Pembangunan sarana dan prasarana pendukung rumah sakit (DAK Bidang Kesehatan KB) Rp. 52.850.000
12 Pemeliharan rutin/berkala instalasi pengolahan limbah rumah sakit Rp17.300.000
—- Total Rp1.365.646.000

Di tahun 2016, data Media Harian Metropolitan mencatat,  anggaran perjalanan dinas RSUD mencapai Rp1.593.773.000. Sungguh fantastis bukan?.  Kegiatan perjalanan dinas di Tahun 2017, merupakan bagian kecil dari praktek “culas”  oknum pejabat RSUD di bawah komando  dr. Faisal sebagai pengguna anggaran (PA).

Masih banyak kegiatan di RSUD perlu di pertanyakan, khususnya kegiatan di tahun 2016 dan 2017, seperti anggaran, belanja pemeliharaan gedung rumah sakit, belanja jasa keamanan, sewa rumah dinas, makan minum pasien, belanja makan minum petugas dinas jaga malam, belanja jasa kebersihan rumah sakit (cleaning servis), belanja kebersihan taman, biaya oprasional genset, biaya pemeliharaan alat-alat kantor, biaya perbaikan UPS, biaya pemeliharaan peralatan, dan lain-lain.

Sayangnya, ketika sejumlah PPTK kegiatan di RSUD ingin di konfirmasi, sedang tidak berada di kantor, Kamis 28 Juni 2018. Hanya, Zabir, Kepala Bagian Tata Usaha, dilokasi.  Namun, Zabir tidak berani berkomentar banyak, lantaran bukan tupoksinya. “Saya tau kegiatan itu, tapi saya bukan PPTK,”katanya.

Iapun mengakui, tidak di umumkannya sejumlah paket kegiatan baik swakelola dan penyedia, lantaran adanya ada miss komunikasi antara pejabat pengadaan. Sungguh ironis bukan?. Pejabat yang di bayar pakai uang negara, nota benenya uang rakyat, “acuh tak acuh”, terhadap sejumlah aturan.

Padahal, anggaran honoraium untuk Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan dan Honorarium Pejabat Pengadaan, sangat fantastis nilainya.

Ikuti hasil investigasi Media harian Metropolitan edisi selanjutnya.>>Redaksi

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan

Exit mobile version