
NATUNA-harianmetropolitan.co.id- Pemeliharaan gedung Kantor Inspektorat Kabupaten Natuna tahun 2024 senilai Rp186 juta patut diduga jadi lahan “korupsi” untuk memperkaya orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan, karena menabrak regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Proyek itu sempat mendapat atensi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kepulauan Riau, karena ditemukan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan. Celakanya, saat di investigasi lebih dalam oleh media harianmetropolitan, perusahaan CV Bintang Muda Perkasa ternyata tidak memiliki kemampuan pemeliharaan gedung kantor, sesuai data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 6 tahun 2021.
Aparat penegak hukum harus tau, dalam melakukan pemeliharaan bangunan kantor, perusahaan harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) KLBI 2020 : 41012 dengan sub klasifikasi konstruksi gedung perkantoran dengan kode BG002. Kelompok ini mencakup usaha pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran dan/atau pembangunan kembali bangunan yang dipakai untuk gedung perkantoran, seperti kantor dan rumah kantor (rukan).
Lalu, mengapa perusahaan bisa mengerjakan proyek pemeliharaan gedung kantor di Inspektorat Natuna? Usut-punya usut, ada dugaan perbuatan melawan hukum dalam menetapkan dokumen persyaratan. Laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Natuna mencatat, persyaratan kualifikasi yang diminta seperti, KLBI 2020 : 41019 dan SBU BG009, konstruksi gedung lainnya.
Dari dokumen persyaratan saja, Pejabat Pembuat Komitmen sudah “salah kaprah” dalam menetapkan persyaratan kualifikasi, karena KLBI 2020 : 41019 dan SBU BG009 bukan mencakup pemeliharaan bangunan kantor, sesuai regulasi dari Kementerian Pekerjaan Umum.
Iwan Firnando, selaku pejabat pengadaan di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Kabupaten Natuna, mengaku jika pemeliharaan gedung kantor memakai SBU BG002 dan CV Bintang Muda Perkasa memiliki sub klasifikasi itu. “Saya tau karena mereka melampirkan SBU dalam dokumen persyaratannya,” ucapnya.
Ia tidak sadar, jika persyaratan di laman LPSE Natuna bukan KLBI 2020 : 41012 dengan sub klasifikasi konstruksi gedung perkantoran dengan kode BG002, melainkan KLBI 2020 : 41019 dan SBU BG009, konstruksi gedung lainnya.
Pernyataan ini seakan membuka tabir ada persoalan serius dalam proyek tersebut. Saat diberedel sejumlah pertanyaan, ia meminta wartawan untuk menunggu, karena semua dokumen persyaratan ada di leptop. Saat di cek, ia mengaku jika persyaratan yang ditampilkan dalam LPSE memakai KLBI 2020 : 41019 dan SBU BG009, konstruksi gedung lainnya. Secara tidak langsung, penyampaian pertama sangat kontradiktif.
Ia beralasan, jika saat itu waktu sudah mepet karena dipenghujung tahun dan perusahaan dengan KLBI 2020 : 41012 kode BG002, sangat sedikit di Natuna. Maka, diambil alternatif subklasifikasi yang mendekati, yakni BG009. “Karena ada pemeliharaannya, makanya saya pakai itu, meski tidak spefisik menyebut pemeliharaan gedung kantor seperti BG002. Selain itu, mubazir kalau anggarannya tidak dijalankan dan saat itu Inspektorat memang butuh,” ucapnya.
Waktu Perencanaan dan Pelaksanaan Fisik
Proyek pemeliharaan gedung Kantor Inspektorat Kabupaten Natuna tahun 2024 senilai Rp186 juta, sejak awal patut diduga banyak kejanggalan. Iwan Firnando menjelaskan, perencanaan pemeliharaan gedung Inspektorat Natuna memakai metode kontrak lumsum, artinya setelah pembuatan gambar, Rancangan Anggaran Biaya (RAB) selesai, baru bisa dibayarkan. “Setelah itu, produk dari konsultan berupa gambar dan spesifikasi teknis, itu lah dasar untuk mengumumkan paket pekerjaan fisiknya,” ucapnya.
Aparat penegak hukum harus tau, jika perencanaan pemeliharaan gedung itu baru dimulai penandatanganan kontrak tanggal 1 sampai 22 November 2024, dengan konsultan perencanaan CV Brahma Ananta Consultan.
Namun, tanggal 6 November 2024, pejabat pengadaan sudah mengumumkan paket pekerjaan fisik pemeliharaan gedung Kantor Inspektorat Kabupaten Natuna tahun 2024, artinya, mulai dari proses kontrak konsultan perencanaan hingga proses pembuatan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dan gambar, tidak sampai satu minggu. Hal itu dibenarkan oleh pejabat pengadaan, Iwan Firnando. “Mereka sudah input, artinya pekerjaan konsultan perencanaan sudah selesai dalam jangka satu minggu,”katanya.
Sementara itu, Sekretaris Inspektorat Kabupaten Natuna sekaligus Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Tri Sulo, saat dikonfirmasi wartawan memilih menghindar dan terkesan “cuci tangan”, karena meminta wartawan menanyakan langsung pada Inspektur Daerah, Muhammad Amin. Pejabat publik ini, tidak mau buka-bukaan soal penggunaan keuangan negara, meski dirinya digaji dan mendapatkan honorarium dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Fenomena ini tampaknya jadi “motto” di Inspektorat Daerah Kabupaten Natuna, karena mulai jajaran bawah hingga pucuk pimpinan, kompak tidak bersedia dikonfirmasi terkait penggunaan anggaran.
Lalu, apa sanksi administrasi dan pidana jika perusahaan tidak sesuai subklasifikasi justru ditunjuk mengerjakan proyek pemerintah? Dalam regulasi Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 dijelaskan sanksi administrasi bahwa dalam pengadaan, dilakukan pemutusan kontrak, pembayaran tidak dilakukan dan di blaclist masuk daftar hitam maksimal dua tahun, serta PP No 5/2021 pasal 100, pembekuan hingga pencabutan izin usaha (SBU tidak sesuai).
Sementara untuk pidana, UU Jasa Konstruksi No 2/2017 Pasal 95-96, dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp10 miliar, sedangkan PPKom/Dinas dalam PP No. 94/2021, mendapat teguran, penurunan jabatan atau pemberhentian, dan pidana korupsi diatur dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi nomor 31/1999 jo. UU 20/2001 pasal 3, penyalahgunaan kewenangan di penjara maksimal 20 tahun, denda maksimal Rp1 miliar.
Hingga berita ini terbit, Inspektur Kabupaten Natuna, Muhammad Amin, belum berhasil dikonfirmasi, sementara konfirmasi dengan Direktur CV Bintang Muda Perkasa, Hari Hardiono, dalam tahap verifikasi berita lanjutan. Bersambung (***Rian)