
Natuna- (harianmetropolitan.co.id). Tabir kebobrokan kinerja Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Natuna, di bawah komando dr.Faisal, kini menemukan titik terang. Sejumlah tudingan, adanya permainan “tipu-tipu” anggaran, tampaknya bukan isapan jempol.
Pemberitaan ini merupakan tindak lanjut dari dua episode berita sebelumnya, edisi : Jumat 8 Juni 2018, dan Sabtu 30 Juni 2018 lalu, berjudul, “Kelabui Anggaran, Ala Pemkab Natuna Jilid (I) dan (II)”.
Kala itu, ada lima instansi pemerintah, mulai dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga, Badan Inspektorat, dan Kecamatan Midai, tidak mengumumkan Rencana Umum Pengadaan di tahun 2018.
Jelas, tindakan itu mengangkangi Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018, Tentang Pengadaan Barang dan Jasa (Perubahan atas Pepres 54 Tahun 2010), Pasal 22 ayat 1 sampai 5.
Baca : http://harianmetropolitan.co.id/2018/06/08/kelabui-anggaran-ala-pemkab-natuna/
Baca : http://harianmetropolitan.co.id/2018/06/30/kelabui-anggaran-ala-pemkab-natuna-jilid-ii/
Berawal dari praktek “culas” para oknum pejabat tersebut, media Harian Metropolitan melakukan investigasi dilapangan. Pasalnya, kegiatan swakelola seperti dana honorarium, perjalanan dinas dan belanja rutin kantor, paling banyak tidak di umumkan ke publik. Selain dana swakelola, sejumlah proyek PL juga turut di “sembunyikan” informasinya.
Usut punya usut, dari kelima instansi di atas, paling fatal kegiatan di Rumah Sakit Umum Daerah tahun anggaran 2016-2017. Merasa institusinya di sorot, Faisal dengan begitu percaya diri (PD) “ menantang” wartawan untuk bertanya, dimana letak kesalahan anggaran kegiatan RSUD. Bahkan Ia sesumbar, RSUD terbuka soal anggaran, tidak akan di tutup-tutupi.
Ironisnya, begitu di konfirmasi via WhatsApp, 8 Juni 2018 lalu, Faisal mendadak “amnesia”. Sikap percaya dirinya langsung ciut kala wartawan membeberkan sejumlah anggaran fantastis, di RSUD Kabupaten Natuna.
“Dalam rangka apa ini, kami sudah punya audit, yaitu Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), saya lapor pimpinan dulu,”begitu isi percakapan WhatsApp sang Dirut. “Tunggu informasi dari saya, kapan kita bisa bertemu,” tulisnya lagi.
Sikap plin-plan Direktur RSUD semakin memperkuat spekulasi adanya ketidakberesan dalam pengadaan barang dan jasa tahun 2016-2017. Salah satunya, kegiatan belanja pemeliharaan gedung rumah sakit, lihat tabel :
No | Nama Kegiatan | Tahun Anggaran 2016 | Tahun Anggran 2017 |
1 | Pemeliharaan Gedung Rumah Sakit | Rp374.700.000 | Rp250.000.000 |
Harpen Suryadi, merupakan Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), belanja pemeliharaan bangunan rumah sakit, tahun anggaran 2017.
Saat di konfirmasi di ruang kerjanya, Kamis 5 Juli 2018, Harpen lugas menceritakan sejumlah kegiatan di RSUD. Ia mengatakan, dirinya hanya memegang 5 kegiatan untuk tahun 2017, di antaranya,
- Belanja Pemeliharaan Gedung Rumah Sakit.
- Belanja Sewa Mobil Dokter Spesialis .
- Kegiatan Sewa Rumah Dinas.
- Pemeliharan IPAL Rumah Sakit.
- Belanja Air,Listik,Telepon, dan Belanja Jasa Internet.
Data media Harian Metropolitan menyebutkan, anggaran untuk kelima kegiatan tersebut, sebagai berikut ;
No | Nama Kegiatan | Tahun Anggaran 2017 |
1 | Belanja Pemeliharaan Gedung Rumah Sakit. | Rp250.000.000 (1Tahun) |
2 | Belanja Sewa Mobil Dokter Spesialis | Rp225.000.000 (36UB) |
3 | Kegiatan Sewa Rumah Dinas. | Rp180.000.000 (6 Unit) |
4 | Pemeliharan IPAL Rumah Sakit. | Rp30.700.000 (1 Tahun) |
5 | Belanja Air, Listik,Telepon, dan Belanja Jasa Internet. | Rp1.091. 000.000 (1 Tahun) |
Untuk kegiatan Belanja Pemeliharaan Gedung Rumah Sakit, Harpen mengatakan, di tahun 2017, Ia melakukan perbaikan toilet di dekat Radiologi. Sebab, sebelum dirinya menjabat sebagai PPTK, toilet tersebut sangat bau, lantaran saluran pembuangan datar. Sehingga, Ia memanggil tukang yang biasa kerja untuk memperbaikinya.
Selain perbaikan toilet, anggaran Rp250jt itu di pergunakan untuk perbaikan, mengganti plafon toilet. Membuat plafon Apotek rawat jalan. Memasang terali Apotek. Membuat ruang menyusui, di sebelah Poli bedah, lengkap dengan westafelnya.
Pembenahan dapur, dan pemasangan westafelnya. Pembuatan Jalur londry kain bersih dan kotor. Mengganti keramik Hemodialisa. Mengecat Poli klinik, dan mengganti gagang pintu.
Dari pengakuan Harpen, kegiatan ini bukan melalui penyedia, artinya, tidak melalui mekanisme Lelang, Pengadaan Langsung, Penunjunkan Langsung, atau Pemilihan Langsung, melainkan kegiatan swakelola.
Di awal menduduki jabatan sebagai PPTK, Ia pun sudah berkonsultasi dengan Direktur RSUD (Faisal-Red), dan Pejabat Pengadaan, Fahzri, bahwa menurut atasannya, kegiatan itu tidak masalah di lakukan dengan cara swakelola, karena perawatan rutin berkala, tidak bisa di prediksi.
“Saya ikut yang lama (PPTK-Red). Dan hasil pemeriksaan sebelumnya dari Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), seperti itu juga,” ucapnya ragu.
Keraguan pria paruh baya itu semakin jelas, kala di akhir wawancara, Ia menolak wajah tampannya di publish. “Jangan di fotolah, mau di muat di mediakan,”ucapnya singkat.
Harpenpun mengaku, ada sisa anggaran dari belanja pemeliharaan gedung rumah sakit, sekitar Rp1jt, dan telah dikembalikan ke kas daerah.
Jika di tela`ah, kegiatan pemeliharaan gedung rumah sakit tahun 2016 dan 2017, melanggar Peraturan Presiden Republik Indonesia, No 54 Tahun 2010, tentang pengadaan barang dan Jasa, Pasal 26 ayat 2(a), di sebutkan, “Pekerjaan yang dapat di lakukan dengan swakelola meliputi : (a). Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia, serta sesuai tugas pokok K/L/D/I, (Kementrian, Lembaga, Dinas, Institusi).
Kemudian, ayat 2(c), “Pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat dan lokasi, atau pembiayaannya, tidak di minati oleh penyedia barang dan jasa”. Serta ayat 2(d), “Pekerjaan yang secara rinci/ detail tidak dapat di hitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan, oleh penyedia barang dan jasa, akan menimbulkan ketidak pastian dan resiko yang besar”.
Pertanyaanya, apakah pemeliharaan gedung rumah sakit yang nota benenya merupakan jenis pekerjaan konstruksi, merupakan tugas pokok RSUD, sesuai amanat Perpres 54 Tahun 2010, pasal 26 (a) ?.
Kedua, apakah pekerjaan pemasangan plafon apotek rawat jalan, pemasangan keramik Hemodialisa dan mengecat Poli klinik, tidak bisa di buat rincian biayanya, sesuai amanat Perpres No 54 Tahun 2010, pasal 26 (c dan d) ?. Lalu, mengapa Harpen berani menerobos aturan tersebut ?.
Di bredel sejumlah pertanyaan, Harpen mengaku baru menjadi pegawai struktural. Sebelumnya, Ia hanya pegawai fungsional (perawat-red). Ironisnya, Ia langsung di percaya sebagai Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan.
Terkait tidak di umumkannya Rencana Umum Pengadaan, Ia mengakui itu kelemahannya. Namun, Ia turut menyalahkan sejumlah PPTK lain, lantaran tidak mengumumkan RUP. “ Yang lain seperti itu juga,” ucapnya berkelit.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Kabupaten Natuna, Husain, saat di konfimasi, Kamis 5 Juli 2018 lalu, di ruang kerja, mengatakan semua kegiatan harus mengacu terhadap peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa. “Walaupun kegiatan Swakelola, tapi pengadaan barangnya, harus melalui penyedia, tidak bisa dia beli sendiri,” katanya. Iapun akan segera turun melakukan audit.
Hal senada di sampaikan, Kepala bagian Badan Layanan Pengadaan, Candra Putra, saat di konfirmasi di ruang kerjanya, 5 Juli 2018, terkait tidak di umumkannya RUP. “Kami di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE, hanya wadah perpanjang tanganan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah ( LKPP), untuk mengelola. Kalau terlibat secara langsung, tidak ada. Mengumumkan RUP tanggung jawab Pengguna Anggaran atau Dinas, bukan kami. Karena OPD sudah punya User ID masing- masing,” ucapnya.
Lalu, mengapa sejumlah PPTK kegiatan di RSUD tidak mengumumkan RUP, jika sudah memiliki akses tersendiri ?. Padahal, sejumlah PPTK di lingkungan RSUD menerima anggaran honorarium di tahun 2017 senilai Rp.308.350.000. Bukan hanya PPTK, Staf Administrasi Kegiatan juga turut mendapat dana honorarium senilai Rp.186.450.000. Bukankah ini di sebut pejabat makan gaji buta?.
Kinerja dr. Faisal, sebagai Direktur RSUD, juga patut di pertanyakan. Sebagai pengguna anggaran (PA), dirinya tidak mengindahkan aturan pemerintah. Kemungkinan besar, faktor kedekatannya terhadap sejumlah petinggi gedung putih (Kantor Bupati Natuna), membuat dirinya “merasa di atas angin”.
Hal ini sudah jadi rahasia umum, mengingat posisi Faisal sebagai Direktur RSUD, belum tergantikan hingga saat ini, meski sejumlah pejabat dari level bawah hingga atas, telah di mutasi, baik oleh Mantan Bupati Natuna Ilyas Sabli, maupun Hamid Rizal.
Anehnya, praktek “culas” oknum pejabat itu terkesan masif, lantaran tidak terendus aparat penegak hukum. Pertanyaannya, benarkah Faisal dan kawan- kawan kebal hukum ?. Simak kelanjutan berita edisi mendatang. Lantaran, hasil investigasi media Harian Metropolitan menemukan adanya dugaan kegiatan “fiktif” di RSUD. >> Redaksi