[OPINI] Peningkatan Literasi Indonesia, Program Merdeka Belajar Episode-23 dan Pelatihan Untuk Tingkatkan Minat Siswa

PENULIS : Azry Almi Kaloko
Pemerhati Pendidikan
Alumni UIN Jakarta

 

JAKARTA-HARIANMETROPOLITAN.co.id-Hartoonian seorang politikus AS pernah mengatakan bahwa bangsa Amerika mampu mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani oleh bangsa-bangsa lain karena kegemaran untuk membaca.

“If we want to be a super power we must have individuals with much higher levels of literacy” (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal literasi atau baca-tulis).

Di Indonesia, Undang-Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Nasional Pasal 1 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Depdiknas, 2007:2).

Pendidikan yang diharapkan mampu mengembangkan potensi diri bagi peserta didik, semuanya diawali dengan membaca, atau kemampuan literasi. Untuk itu, membaca menjadi satu satu fungsi mendasar untuk menuntut ilmu. Saat ini, ditinjau dari Hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 Indonesia mengalami darurat literasi dimana 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil AN 2021 konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan di bawah rata-rata peserta didik di negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Ini menjadi tamparan keras bagi pendidikan di Indonesia, seluruh stakeholders baik pusat hingga daerah mau tidak mau harus bekerja keras untuk membangun budaya literasi bagi peserta didik, di mulai dari di sekolah. Artikel “Tragedi Nol Buku, Tragedi di Dunia Pendidikan Indonesia” oleh Drs. Satria Darma juga mengungkapkan padahal membaca adalah perintah yang diberikan langsung oleh Tuhan, yakni “Iqro”, namun saat ini telah degradasi kedudukan membaca, terkesan hanya sekedar ajakan bukan kewajiban yang bahkan menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan di Indonesia.

Baca Juga :   [OPINI] Menilik Keberlimpahan Sumberdaya Perikanan Laut Arafura Yang Menjadi Target Pengusaha Perikanan

Upaya Peningkatan Literasi dengan Program Merdeka Belajar Episode-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia

Untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia yang menjadi terobosan untuk meningkatkan kompetensi literasi siswa.

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa kunci keberhasilan program Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia bukan hanya menerima buku dari Kemendikbudristek, melainkan semangat para guru dalam membacakan buku kepada para siswa agar anak-anak senang membaca.

Namun selain menomor satuka perang guru di sekolah, yang tidak kalah penting juga adalah perang orang tua sebagai madrasah pertama bagi siswa di rumah.

Selain itu, upaya lain untuk meningkatkan minat baca bagi siswa adalah pemilihan buku yang tepat, kualitas pembelajaran yang baik serta ketersediaan buku. Merespon ini Kemendikbudristek mendistribusikan sekitar 15 juta eksemplar dari 716 judul buku disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20.000 pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar pada 2022.

Distribusi buku difokuskan pada sekolah-sekolah yang literasinya paling rendah, salah satunya di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan atau 3T.

Untuk itu, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Nadiem, memang benar bahwa buku yang umumnya ada di sekolah yang sudah tidak relevan dan kurang menarik minat baca siswa, harus diganti dengan buku yang seru dan menarik untuk dibaca khususnya bagi anak-anak.

Pendampingan dan Pelatihan untuk Tingkatkan Minat Baca Siswa

Distribusi buku baru yang relevan dan menarik bagi anak nyatanya tidak cukup untuk meningkatkan literasi anak, kedepan harus dibarengi dengan pendampingan serta pelatihan untuk meningkatkan minat baca siswa. Mengutip penelitian dari Inovasi Literacy Thematic Study pada 2020 terkait perubahan nilai literasi siswa, disebutkan bahwa melalui pelatihan, kemampuan membaca anak mampu ditingkatkan sebesar 10 persen. Jika dikaitkan dan dikombinasikan dengan menyediakan buku-buku bacaan maka akan bertambah hingga 18 persen.

Baca Juga :   Guru Penggerak Sekolah Vokasi

Upaya pendampingan serta pelatihan dalam pengelolaan buku bacaan juga telah disampaikan oleh Kemendikbudristek kepada kepala sekolah, guru, dan pustakawan agar mereka dapat memajang, merawat, serta merotasi/menyimpan buku secara baik. Selain itu, mereka juga dilatih untuk dapat mempraktikkan langkah-langkah pemanfaatan buku bacaan dengan cara 1) membaca nyaring, 2) membaca bersama, 3) meminjamkan buku, 4) menggunakan buku untuk kegiatan ekstrakurikuler, serta 5) menggunakan buku untuk melatih guru/sekolah lain.

Tugas besar ini tentu harus didukung oleh seluruh stakeholders pendidikan di pusat hingga daerah. Jika ingin mengakhiri darurat literasi maka diperlukan program, senjata tempur serta kemauan keras dari semua pemangku kepentingan.

Membaca jangan lagi hanya sekedar keharusan saat belajar di kelas saja, namun juga harus menjadi tradisi dan budaya yang mendarah daging bagi anak-anak hingga kemudian dapat terbawa hingga ia dewasa nanti.

Membaca harus mampu menjadi mainstream di pelbagai kalangan warga sekolah, dimana siswa termasuk para guru dan pendidiknya.

Membaca harus dilaksanakan secara riang gembira, di sekolah bersama guru serta di rumah bersama orang tua. (***)

Telah dibaca 248 kali

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan