
KARIMUN- harianmetropolitan.co.id- Hingga berita ini terbit, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Karimun, Priyambudi, tak bergeming, ketika dikonfirmasi via pesan whatsApp, terkait kasus “korupsi” berjamaah dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) Reguler di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karimun tahun 2017 sampai tahun 2022, Minggu 28 Juli 2024.
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau di Kalimantan Tengah ini, setali tiga uang dengan bawahannya, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kabupaten Karimun, Rezi Dharmawan. Kedua aparat penegak hukum tersebut, kompak tidak merespon pertanyaan wartawan, terkait kabar pemanggilan oknum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karimun, padahal pesan masuk.
Kasus “korupsi” dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) Reguler, merupakan kasus besar di tingkat daerah, dimana dugaan kebocoran keuangan negara ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Tim Manajemen Bantuan Oprasional Satuan Pendidikan (BOSP) jenjang Sekolah Dasar, merupakan “dalang” tercetusnya ide pembayaran dana honorarium bagi bendahara jenjang sekolah dasar, padahal bertentangan dengan Permendikbud nomor 63 tahun 2022 tentang petunjung teknis pengelolaan dana bantuan oprasional satuan pendidikan pasal 39, pasal 40 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4, serta pasal 60 ayat 1.
Kepala Sekolah SDN 006 Karimun, Eti Haryati dan Guru Agama merangkap bendahara dana BOS, Fitria Yuniwati, saat dikonfirmasi, Jumat 26 Juli 2024, secara terang-terangan mengakui, ada perintah dari Riauwati, sehingga pembayaran honorarium bagi bendahara berstatus berstatus ASN dilaksanakan. “Di Juknis tidak ada, tapi mandai-mandailah orang dinas. Kami mana berani pak kalau tidak disuruh.” ucap Eti.
Celakanya, mantan Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karimun, Riauwati, tidak mengakui ada pembayaran honorarium. “Kegiatan pembayaran honorarium bendahara baru ada di tahun 2023, sedangkan dari tahun 2017 sampai 2022, tidak ada,” katanya, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Jumat 26 Juli 2024.
Dalam dokumen laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS, tercatat bendahara berstatus ASN di seluruh sekolah dasar negeri di Kabupaten Karimun, sudah kecipratan dana BOS Reguler sejak tahun 2017 hingga tahun 2023. Dokumen amprah bercap basah ini, terpampang jelas dituliskan, pembayaran insentif dan honor bendahara atas tugas sebagai penyusun atau pembuatan laporan BOS.
Pembayarannya bertahap, dimulai tahap pertama hingga tahap ketiga, sehingga setiap bendahara menerima pembayaran bervareasi mulai dari Rp1.500.000 hingga Rp2.000.000 per tahun. Uniknya, sebagian dipotong Pajak Penghasilan (PPh), sebagian lagi tidak, terkesan ada standar ganda.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 butir (e) tertulis, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 miliar.
Apabila pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Kini, publik menanti komitmen Kejaksaan Negeri Kabupaten Karimun, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Kabupaten Karimun. Pengungkapan kasus ini harus segera dilakukan, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada kejaksaan. Terlebih, kasus ini sudah menjadi buah bibir di masyarakat luar, khususnya Karimun. (*Rian/Hariono)