Kuras Kekayaan Alam Natuna, PT Multi Mineral Indonesia Pengemplang Pajak?

NATUNA, harianmetropolitan.co.id- PT Multi Mineral Indonesia (MMI) hingga saat ini belum membayar kewajiban pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tahun 2024 pada Pemerintah Kabupaten Natuna mencapai Rp1 miliar atau tepatnya senilai Rp1.077.500.000. Perhitungan ini berdasarkan Peraturan Daerah nomor 19 tahun 2021 tentang pajak daerah, dan Surat Keputusan Gubernur Kepulauan Riau nomor 1051 tahun 2022.

Usut punya usut, persoalan ini ternyata masuk audit pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kepulauan Riau. Namun, rekomendasi BPK Kepri itu seakan dianggap “angin lalu”. Ironisnya, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dari Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Natuna sejak tanggal 7 Mei 2025 “dipetieskan” PT Multi Mineral Indonesia (MMI). “Kita sudah meminta agar segera dibayar untuk membantu kondisi fiskal keuangan daerah,” tulis Kepala BPKPD Natuna, Suryanto, saat dikonfirmasi via whatsApp, Senin 21 Juli 2025.

Akibat persolan itu, Ketua Komisi III DPRD Natuna, Lamhot Sijabat biasa disapa Bang Jabat, angkat bicara. Ia secepatnya akan memanggil PT Multi Mineral Indonesia (MMI). Menurutnya, kewajiban PT Multi Mineral Indonesia (MMI) pada Pemerintah Kabupaten Natuna harus ditunaikan. “Saya sudah berkoordinasi dengan pimpinan dan akan kita panggil PT MMI,” katanya, Selasa 22 Juli 2025.

Jika merujuk pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin, termasuk tidak membayar pajak MBLB. Sanksi yang dapat dikenakan berupa pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Baca Juga :  SALING TUDING PROYEK DINAS PUPR DI PENGADILAN NEGERI, PERIKSA SEKDA KARIMUN?

Kemudian, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 39 ayat (1) mengatur sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak. Pemilik PT Tambang yang tidak melaporkan SPT dan tidak membayar pajak penghasilan dari kegiatan penambangan, terancam hukuman pidana penjara dan denda.

Selain undang-undang perpajakan, PT Multi Mineral Indonesia (MMI) juga dapat dijerat pidana karena tidak menjalankan rekomendasi BPK Kepri. Dalam Undang-Undang 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 26 ayat dijelaskan, jika setiap orang tidak yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan  dipidana penjara 1 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Selain sanksi pidana, PT Multi Mineral Indonesia, juga terancam mendapatkan sanksi administratif berupa pengenaan denda keterlambatan pembayaran pajak MBLB. Hingga kini, PT Multi Mineral Indonesia (MMI), bungkam saat dikonfirmasi wartawan meski pesan masuk dan dibaca.

PT Multi Mineral Indonesia (MMI) mengeruk kekayaan alam pasir kuarsa di Kabupaten Natuna, tepatnya di Kecamatan Bunguran Utara, dengan wilayah IUP seluas 2.542,87 hektar. Celakanya, meski mengambil untung atas kekayaan alam di Kabupaten Natuna, perusahaan justru tidak melaporkan hasil produksi sebesar 43.100 tonase (Ton) akhir bulan Desember 2024 lalu, sehingga membuat Pemerintah Kabupaten Natuna “gigit jari”, karena belum menerima pendapatan atas pajak pasir kuarsa. (***Rian)

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan