
NATUNA, harianmetropolitan.co.id- Persoalan banjir di Kabupaten Natuna kembali menjadi sorotan setelah beberapa wilayah di Kota Ranai terendam akibat hujan deras awal pekan lalu. Pemerintah daerah menilai, persoalan ini sudah terjadi sejak lama dan semakin kompleks seiring perkembangan kawasan perkotaan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk serta pesatnya pembangunan infrastruktur, Selasa 16 September 2025.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Natuna, Nanang Agus Hidayat, mengatakan genangan atau banjir di perkotaan Ranai merupakan kejadian rutin setiap musim penghujan, terutama saat intensitas curah hujan tinggi. Selain faktor kondisi sistem drainase belum tertata dengan baik, genangan terjadi juga dipengaruhi pembangunan oleh masyarakat yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan.
“Contohnya di Air Lebai dan Air Lakon, yang elevasinya rendah, pembangunan rumah ataupun ruko yang mengharuskan penimbunan otomatis berdampak pada perubahan aliran air, sehingga menggenangi lokasi sekitarnya yang lebih rendah,” ujarnya.
Nanang menjelaskan, penanganan persoalan genangan/banjir di perkotaan Ranai khususnya perlu direncanakan dengan matang dan konprehensif dengan memperbaiki sistem drainasenya, dalam artian perlu dilakukan kajian dan mendesain ulang sistem drainase maupun membangun infrastruktur pengendali banjir lainnya. Perencanaan disusun dengan memperhitungkan pelayanan sistem drainase 25 sampai 40 tahun ke depan. Pemerintah Daerah pada tahun 2024 sudah mengusulkan pembuatan Detail Engineering Design (DED) sistem pengendalian banjir tersebut ke Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Wilayah sungai Sumatera IV Batam, sebagai salah satu dokumen kesiapan pembangunan. Kegiatan tersebut sudah masuk dalam baseline APBN 2025, mengingat Natuna masuk dalam wilayah sungai strategis Nasional di bawah kewenangan pemerintah pusat, namun berkenaan efisiensi anggaran penyelenggaraannya ditunda.
“Usulan ini sudah dibahas dan masuk dalam usulan prioritas Musrenbang provinsi dan secara terpisah telah diusulkan Bupati Natuna kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk dapat dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2026,” jelasnya.
Menurut Nanang, pelaksanaan fisik rencana besar itu nantinya akan melibatkan pembagian kewenangan antara pusat, provinsi, dan pemerintah daerah. Sungai/saluran primer akan ditangani pusat, saluran sekunder menjadi tanggung jawab provinsi bersama pemda, sementara saluran tersier akan ditangani pemerintah daerah.
“Pelaksanaan fisiknya nanti tentunya akan meningkatkan kapasitas sistem drainase, termasuk pengembalian fungsi sungai, dengan penambahan kedalaman maupun pelebaran sungai, revitalisasi struktur drainase dan bangunan pelengkapnya. Hal tersebut perlu dilakukan agar sistem drainase kita mampu menyalurkan kelebihan air hujan dengan baik. Kalau tidak, banjir akan terus berulang,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kondisi drainase eksisting yang sebagian besar masih merupakan peninggalan sejak Natuna berstatus kecamatan, sebelum menjadi kabupaten. Banyak saluran sudah rusak, menyempit, atau terhambat oleh pipa air maupun bangunan lain.
“Kapasitas drainase kita khususnya sungai dan drainase utama sudah tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya dalam membuang kelebihan air, saat intensitas curah hujan tinggi. Di beberapa titik, banjir terjadi karena sistem drainase lama yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota. Rumah- rumah di bantaran bahkan badan sungai, juga kesadaran masyarakat soal kebersihan lingkungan mulai berkurang, sehingga sampah sering menjadi penghalang aliran air,” pungkas Nanang. (***Hn)