
Paket APBD Perubahan Kepri 2025 senilai Rp374,9 juta disinyalir salah KBLI dan subklasifikasi, PPK bungkam, pekerjaan diduga telah berjalan sebelum penetapan pelaksana
Tanjungpinang, harianmetropolitan.co.id – Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 kembali dipertanyakan penerapannya di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Pasalnya, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (DPUPRP) Kepri diduga meloloskan paket pengadaan interior Gedung Ex Bintan Expo kepada CV Halifa Berkah Utama tanpa dukungan Sertifikat Badan Usaha (SBU) spesialis yang sesuai.
Paket Pemeliharaan, Interior dan Pengadaan Meubeler tersebut bersumber dari APBD Perubahan Provinsi Kepri Tahun 2025, dengan HPS Rp374.984.374,14 dan nilai kontrak Rp374.749.798,38.
Sejak tahap perencanaan, paket ini telah menimbulkan kejanggalan. Ruang lingkup pekerjaan secara nyata mengarah pada pekerjaan interior dan dekorasi, namun dalam dokumen pengadaan justru ditetapkan Subklasifikasi BG002 dengan KBLI 41012 (Konstruksi Gedung Perkantoran).
Penetapan tersebut dinilai tidak relevan dengan jenis pekerjaan. Sesuai ketentuan klasifikasi usaha jasa konstruksi, pekerjaan interior seharusnya menggunakan Subklasifikasi PB004 dengan KBLI 43304 (Dekorasi Interior) yang bersifat spesialis dan mensyaratkan SBU tersendiri.
Hasil penelusuran pada sistem Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) menunjukkan bahwa CV Halifa Berkah Utama tidak memiliki SBU Subklasifikasi PB004. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan spesialis dikerjakan tanpa legalitas usaha yang dipersyaratkan undang-undang.
Kondisi tersebut berpotensi bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2017, yang mewajibkan setiap badan usaha jasa konstruksi memiliki SBU sesuai klasifikasi dan subklasifikasi pekerjaan.
Konsekuensi hukum atas pelanggaran tersebut diatur secara tegas dalam Pasal 90 UU Nomor 2 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa badan usaha jasa konstruksi tanpa SBU sesuai ketentuan dapat dikenai sanksi administratif, berupa: denda administratif; penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi; dan/atau pencantuman dalam daftar hitam (blacklist).
Ketentuan ini dipertegas kembali dalam PP Nomor 5 Tahun 2021, yang menempatkan klasifikasi dan perizinan berbasis risiko sebagai syarat mutlak dalam pelaksanaan usaha jasa konstruksi.
Upaya konfirmasi kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DPUPRP Kepri telah dilakukan melalui pesan dan panggilan WhatsApp. Namun hingga Senin (15/12/2025), tidak ada respons yang diberikan.
Di sisi lain, pihak CV Halifa Berkah Utama juga tidak dapat dikonfirmasi, lantaran nomor telepon perusahaan yang dihubungi dalam kondisi tidak aktif.
Fakta di lapangan menambah bobot dugaan penyimpangan. Saat dilakukan peninjauan ke Gedung Ex Bintan Expo, tidak terlihat aktivitas pekerja. Namun, di dalam gedung telah terdapat kursi-kursi baru yang tersusun rapi.
Kondisi ini memunculkan dugaan serius bahwa pekerjaan telah dilaksanakan sebelum paket pengadaan langsung secara resmi menetapkan pelaksana, sebuah praktik yang bertentangan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepatuhan hukum dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Rangkaian kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah aturan jasa konstruksi hanya sekadar dokumen administratif, atau benar-benar ditegakkan?
Jika klasifikasi, SBU, dan prosedur pengadaan dapat diabaikan tanpa konsekuensi, maka asas kepastian hukum dalam pengelolaan anggaran daerah patut dipertanyakan.
Publik kini menunggu langkah konkret Inspektorat Provinsi Kepri, APIP, hingga aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pelanggaran ini secara transparan dan akuntabel. (***Dms).