SOAL KINERJA, INSPEKTORAT NATUNA BISA APA?

EDITORIAL_ Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Perubahan Kabupaten Natuna tahun 2025 sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk disahkan sebelum akhir Sepetember 2025. Dalam dokumen pembahasan itu, terlihat sumber pendapatan daerah dari lain-lain yang sah, yakni penerimaan atas tuntutan ganti kerugian keuangan daerah semula diasumsikan hanya Rp2 miliar, melonjak jadi Rp7,5 miliar atau tepatnya, Rp7,510,928,858, atau naik 275,55 persen.

Publik harus tau, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian keuangan daerah merupakan pendapatan hasil dari pengembalian atas hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kepulauan Riau. Masyarakat harus bersyukur, karena lewat tangan BPK, “praktek culas” oknum-oknum pejabat, bisa digagalkan.

Namun, dari peristiwa ini muncul pernyataan serius, dimana peran Inspektorat Kabupaten Natuna, sebagai instansi pengawas internal? Temuan sampai bernilai miliaran rupiah, bukan lagi sekedar persoalan kesalahan administrasi atau ketidakpahaman regulasi, melainkan ada niat “jahat” karena pengembalian hasil temuan itu terjadi hampir di setiap lini mulai dari kelurahan, kecamatan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Ironisnya, Inspektorat Kabupaten Natuna, sebagai benteng terakhir tegaknya hukum di internal pemerintah daerah, justru jadi objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan, proyek Pemeliharaan Gedung Kantor senilai Rp185 juta di Inspektorat Kabupaten Natuna kekurangan volume pekerjaan, tapi dibayar meski perusahaan sudah melakukan pengembalian ke kas daerah.

Tapi, BPK berpendapat, Inspektur Daerah kurang melakukan pengawasan atas pelaksanaan belanja barang dan jasa. Selain temuan itu, ada pula temuan kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan pada dua oknum pegawai Inspektorat Natuna. Lagi, kurangnya pengawasan jadi faktor utama.

Melonjaknya penerimaan atas tuntutan ganti kerugian keuangan daerah tahun 2025, sepatutnya jadi alaram bagi pemerintah untuk berbenah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sepatutnya dipergunakan untuk memakmurkan masyarakat, bukan jadi ajang segelintir oknum untuk meraup keuntungan.

Publik bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika BPK tidak menemukan sejumlah persoalan yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah, maka uang senilai Rp7,5 miliar itu akan lenyap jadi keuntungan oknum tidak bertanggung jawab.

Baca Juga :  Wakil Ketua II DPRD Natuna, Hadiri Hut TNI ke-75 di Makodim 0318 Natuna

Dilain daerah, hasil audit BPK jadi atensi aparat penegak hukum. Misalnya, di Kota Pagar Alam, kejaksaan sudah memeriksa sejumlah OPD untuk dimintai klarifikasi atas temuan-temuan itu. Tindaklanjut dari APH itu bahkan dimuat di laman website BPK Sumatera Selatan. Itu bukti, jika peran aparat penegak hukum berjalan, sebagai warning bagi pejabat untuk tidak berbuat sewenang-wenang terhadap keuangan negara.

Dari persoalan diatas, posisi Inspektur Daerah seharusnya mendapat evaluasi dari Bupati Natuna ke depan. Inspektur, punya peran penting dalam melakukan pengawasan. Apalagi, dalam dokumen anggaran tahun 2025, Inspsektorat Kabupaten Natuna sudah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi, mulai dari meluncurkan program Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi serta Verifikasi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi senilai Rp192.092.600.

Kemudian, program kegiatan Pengawasan dengan Tujuan Tertentu dialokasikan Rp246.598.600. Pengawasan Keuangan Pemerintah Daerah dialokasikan Rp133.850.000. Pengawasan Kinerja Pemerintah Daerah Rp127.395.000.

Jika ditotal, maka uang negara untuk melakukan pengawasan dan pencegahan tindak pidana korupsi mencapai Rp699.936.200. Publik harus tau, anggaran ini sudah jauh merosot dari anggaran APBD 2024 lalu, karena adanya efisiensi.

Tapi, alokasi anggaran dari pelaksanaan kegiatan itu justru paling besar dihabiskan untuk perjalanan dinas dan honorarium. Ironisnya, saat kinerja disorot, Inspektur Kabupaten Natuna, Muhammad Amin, justru sulit ditemui dan kerap menghindar.

Pejabat yang dibayar oleh rakyat itu, bahkan berulangkali dikonfirmasi terkait sejumlah persoalan di Natuna via pesan whatApp, tapi bungkam seribu bahasa. Benner- benner cantik dengan jargon  “Anti Pungli, Pemerintahan Bersih, dan Pelayanan Bebas Korupsi” yang menghiasi sudut kantor Inspektorat Natuna, tampaknya hanya ornamen penghias gedung, tidak untuk “kinerja”.

Persoalan ini seharusnya jadi catatan bagi Bupati Natuna, Cen Sui Lan, untuk melakukan evaluasi atas kinerja Inspektur Daerah Kabupaten Natuna, Muhammad Amin beserta bawahannya, untuk menciptakan pemerintahan bersih dari tindak pidana korupsi. (***Rian)

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan