
NATUNA, harianmetropolitan.co.id- Sejak resmi diluncurkan, Sekolah Rakyat Kabupaten Natuna pada 22 September lalu, berbasis asrama sudah menampung 95 siswa dari target 100 orang. Sebagian besar peserta merupakan anak-anak putus sekolah yang kembali diberi kesempatan menempuh pendidikan.
Dalam seminggu tinggal di asrama, para siswa mulai menyesuaikan diri dengan rutinitas disiplin. Kepala Dinas Sosial kabupaten Natuna, Puryanti, mengatakan setiap harinya, mereka mengikuti jadwal ketat mulai dari bangun pagi, salat berjamaah, mengaji, jam makan, waktu belajar, hingga jam tidur malam.
“Awalnya memang ada yang menangis dan merasa tidak betah, terutama karena dilarang membawa handphone. Tapi setelah lebih dari seminggu, sebagian besar anak sudah bisa beradaptasi,” terang Puryanti.
Dari 100 siswa diterima, lima orang mengundurkan diri, satu dari jenjang SMP dan empat dari SMA. Alasannya, mereka merasa kesulitan beradaptasi dengan aturan ketat asrama. Namun, mayoritas siswa justru semakin terbiasa dengan pola hidup disiplin.
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) masih berlangsung hingga tiga minggu. Selama periode ini, Sekolah Rakyat masih membuka kesempatan pendaftaran bagi anak-anak putus sekolah yang memenuhi kriteria. “Kalau sudah masuk tahap belajar, siswa baru tidak bisa lagi diterima karena akan tertinggal pelajaran,” jelas Puryanti.
Guru yang mendampingi siswa berjumlah 18 orang, seluruhnya tinggal di asrama untuk membimbing anak-anak, termasuk piket malam hingga pukul 23.00 agar memastikan siswa aman. “Memang berat menjaga 100 anak sekaligus, tapi kami anggap ini amal jariyah. Karena sebagian besar anak-anak ini kreatif, hanya butuh diarahkan,” tambahnya.
Dengan konsep asrama penuh, Sekolah Rakyat Natuna diharapkan tidak hanya mengembalikan anak-anak ke dunia pendidikan, tetapi juga membentuk kedisiplinan, kemandirian, serta karakter yang kuat untuk masa depan mereka. (***Hani)