
NATUNA, harianmetropolitan.co.id- Ramai diperbincangkan isu terkait tunggakan gaji pegawai dan iuran BPJS Ketenagakerjaan di PDAM Tirta Nusa Kabupaten Natuna. Kondisi ini sempat menimbulkan kecemasan di kalangan pegawai serta memunculkan pertanyaan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Direktur PDAM Tirta Nusa Natuna, Zaharuddin, memberikan klarifikasi, Kamis 2 Oktober 2025.
Menurut Zaharuddin, permasalahan keterlambatan pembayaran gaji maupun iuran BPJS bukan hal baru, melainkan sudah berlangsung sejak sebelum dirinya menjabat sebagai direktur. Ia mengakui bahwa bahkan dirinya sendiri belum terdaftar dalam program BPJS dari PDAM.
“Pihak manajemen sudah melakukan pertemuan dengan BPJS Tanjungpinang dan Natuna untuk membedah penyebab keterlambatan tersebut. Saat ini sudah ada kesepakatan terkait jalan keluar, tinggal menunggu proses penyelesaian,” ungkapnya.
Zaharuddin menjelaskan, penyebab utama masalah keuangan PDAM adalah rendahnya pendapatan akibat kondisi fasilitas yang sudah tua dan banyak mengalami kerusakan. Salah satunya adalah pipa-pipa yang tidak layak pakai sehingga kerap pecah.
“Bulan ini saja sudah lebih dari empat kali pipa pecah. Dari 600 lebih pelanggan, sekitar 350 meter air sudah rusak, sehingga banyak pelanggan hanya membayar sekitar Rp18 ribu. Hal ini jelas berdampak pada pendapatan perusahaan,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa fasilitas PDAM Natuna saat ini masih sangat sederhana. Dari instalasi pengambilan air (intake) hingga reservoir, sistem penyaringan belum sesuai standar. Akibatnya, pasir dan sampah sering terbawa ke rumah pelanggan, menyebabkan kerusakan meter air lebih cepat.
Meski dihadapkan pada keterbatasan, Zaharuddin menegaskan bahwa pihaknya tetap berupaya memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat. “Kalau kami bekerja seadanya, tentu air menjadi masalah. Tapi kalau kami terus berupaya, perbaikan membutuhkan anggaran besar sehingga gaji terlambat dan iuran BPJS tertunda,” katanya.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab penyediaan fasilitas air minum skala besar bukan hanya di pundak PDAM, melainkan juga pemerintah, sesuai aturan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
“Sekarang kami hanya mengelola fasilitas kaki lima, tapi dituntut memberikan layanan bintang lima. Mana mungkin bisa seimbang. Yang jelas, kami tetap berusaha agar masyarakat tetap terlayani air bersih, walaupun harus bekerja ekstra dengan kondisi yang ada,” pungkas Zaharuddin. (***Hn)