Usut ‘Korupsi’ Dana CSR di Natuna

(Kantor Pemerintah Kabupaten Natuna. foto/int)

NATUNA, harianmetropolitan.co.idTabir gelap pembagian dana Corporate Social Responsibility (CSR) milik Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas dan PT. Bank Riau Kepri pada Pemerintah Kabupaten Natuna, kini terbongkar. Bundelan-bundelan data CSR sejak tahun 2013 hingga Februari 2021 itu, jadi bukti, pemerintah ‘serampangan’ mengurus CSR.

Hak rakyat Natuna, malah di kucurkan pada kantor pemerintahan dan Badan Usaha Milik Daerah (PDAM) Tirta Nusa. Tercatat, dana CSR PT. Bank Riau Kepri di terima Kantor Camat Pulau Laut untuk pembelian sarana dan prasarana seperti, pengadaan komputer PC (5 unit), printer Epson (5 unit) dan kursi rapat merek Futura (5 unit) dengan anggaran Rp103.125.000. Serta pembelian mobil tangki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Nusa dengan anggaran Rp476.000.000.

Hal ini tentu menciderai hak rakyat, sebab dana itu harusnya digunakan untuk pembangunan berkelanjutan, tapi ‘melenceng’. Distribusi dana CSR tidak bersentuhan dengan subtansi kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara langsung. BUMD yang seharusnya memberikan CSR, malah turut kecipratan.

Aturan main dalam Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sebagai mana juga telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Serta, Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, di ‘kangkangi’ Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna.

Praktek hukum ‘rimba’ dalam pembagian CSR berjalan mulus, sebab tidak ada peraturan daerah (Perda) dan peraturan bupati (Perbup) mengatur teknis CSR sampai sekarang. Alhasil, publik tidak tau, bagaimana mekanisme dan syarat mendapatkan anggaran itu. Setiap tahun rakyat hanya mendapat kabar, pemerintah telah menyalurkan dana CSR, tanpa rakyat tau bagaimana mekanismenya.

Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna, Daeng Ganda, mengakui, jika Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Corporate Social Responsibility (CSR) tidak ada. Ia pun akan memanggil stakeholder terkait, membahas Ranperda tersebut. “Pasti kita panggil untuk rapat,” ucapnya, Ahad 18 April 2021.

Baca Juga :   Lapor Kajagung, Proyek Taman Anggrek Di Awasi TP4D Kejati Jambi, Bermasalah?

Jawaban itu membuka tabir betapa ‘bobroknya’ pembagian dana CSR di Natuna. Tak heran, perusahaan Perseroan Terbatas di bidang dan atau terkait sumber daya alam, tidak pernah tercatat menjalankan program CSR, sebab pemerintah tidak punya ‘taji’.

Bertahun-tahun dana CSR perusahaan Perseroan Terbatas ‘menguap’ begitu saja, padahal nilainya cukup besar. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna juga jalan di tempat. Meski ada dugaan penyalahgunaan sejak dulu, dewan tak bergeming.

Seperti halnya Perusahaan Asphalt Mixing Plant (AMP) PT. PSR, PT.JM, PT.PBK, PT.NBP, di Desa Cemaga, Kecamatan Bunguran Selatan. Empat perusahaan itu tidak pernah tercatat menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk masyarakat sekitar. Padahal, tanggung jawab sosial itu telah diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, pasal 74, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Selain amanat undang-undang, Camat Bunguran Selatan, Faisal, juga berpendapat agar  perusahaan AMP dapat berkontribusi melalui dana CSR untuk pembangunan infrastruktur maupun memberikan bantuan stimulus dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat agar  terwujud partisipasi pihak swasta dalam pembangunan.

Lalu, apa alasan perusahaan tidak patuh menjalankan CSR sesuai amanat undang-undang? Patut di duga, perusahaan ingin mengurangi beban pengeluaran, sehingga ‘enggan’ melaporkan program CSR pada pemerintah.

Data empat perusahaan itu, hanya bagian kecil dari puluhan perusahaan pemenang proyek miliaran rupiah di Kabupaten Natuna. Hingga kini, PT. PSR, PT.JM, PT.PBK, PT.NBP belum berhasil terkonfirmasi. (*Rian)

Telah dibaca 1113 kali

Bagikan

Recommended For You

About the Author: Redaksi Harian Metropolitan