
harianmetropolitan.co.id, Natuna– Usai meninggalkan ruangan Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Kepala Dinas Perikanan, Zakimin, terlihat grogi kala dikonfirmasi puluhan wartawan, di depan ruang Komisi II DPRD Natuna, Senin 23 Desember 2019.
Ia gemetar kala dicecar puluhan pertanyaan seputar penyaluran bantuan nelayan milyaran rupiah tersebut. Ia mengaku, penyaluran bantuan nelayan di Desa Sededap, berdasarkan data Dinas Perikanan memang untuk satu kelompok berjumlah 10 orang, namun faktanya, bantuan diserahkan kepada 28 orang.
Ironisnya, sejak berita viral dimedia sosial, Zakimin belum memanggil pihak kecamatan, desa dan ketua kolompok nelayan, guna mempertanyakan mengapa hal itu dapat terjadi. Lambannya kinerja dan pengawasan dari Dinas Perikanan, jadi pemicu gejolak di masyarakat, padahal kegiatan itu sudah menghabiskan anggaran perjalanan dinas hingga ratusan juta rupiah. Ia berkelit, secepatnya akan dipanggil, dan diambil solusi.
Celakanya, Zakimin tidak terima, kegiatan itu dituding bernuansa dugaan korupsi, padahal dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 tertulis, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pertanyaannya, memberikan bantuan bukan berdasarkan data penerima, bukankah tindakan memperkaya orang lain?. Sementara pada berita edisi lalu, Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan, Dinas Perikanan Natuna, Meutia, sangat yakin, bantuan tersebut hanya untuk 10 orang nelayan saja. Lantas, ada kepentingan apa Pjs. Kades Sededap, Yakup?.
Peliknya persoalan ini, membuat Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki menggelar konprensi pers, terkait pemanggilan Kepala Dinas Perikanan Natuna. Marzuki mengaku, pemanggilan ini tidak hanya fokus ke masalah bantuan di Desa Sededap, tapi turut ke masalah lain.
Dalam pertemuan itu, Marzuki sangat menyesalkan, tindakan dari Dinas Perikanan Kabupaten Natuna, karna setelah masalah viral dimedia masa dan diproses hukum, baru dinas sibuk menyampaikan permasalahannya ke dewan, itupun harus dipanggil dulu.
“Kata Zakimin, dirinya sudah di mintai keterangan di Polres Natuna, karna sudah masuk ranah hukum, ya biarkanlah hukum menyelesaikan,” terang Marzuki.
Oleh sebab itu, ia berharap, kejadian seperti ini tidak terulang lagi, dan menjadi pembelajaran bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya, khususnya berhubungan dengan bidang Komisi II.
Ia meminta agar Dinas Perikanan dapat memperbaiki kinerja kedepannya, terutama dalam hal penyaluran bantuan. Karna selama ini, ia menerima keluhan, banyak kelompok penerima bantuan, orangnya itu-itu saja.
“Saya sudah sarankan, agar dinas membentuk kelompok nelayan disetiap kecamatan, sehingga penyaluran bantuan dapat tepat sasaran setiap tahunnya,” ucapnya.
Ia menilai, dalam penyaluran bantuan banyak hal harus dibenahi. Jika anggaran bantuan nelayan tidak cukup, dewan siap membantu dibidang anggaran, asal data penerima bantuan sesuai kriteria. “Harus jelas, apa kebutuhan nelayan dan siapa penerimanya,” tegas Marzuki.
Ia mencontohkan, seperti pokok pikiran dari hasil reses, banyak masyarakat meminta bantuan alat tangkap ikan (bubu). “Masyarakat kita orang susah, kalau pemerintah bantu alat tangkap, tentu sudah meringankan beban mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi,” ucapnya. (*Rian)